Tugas untuk Kelas 9 A,B,C (Waktu untuk mengerjakan dari tanggal 14 s.d 28 Maret 2020)
Tulislah teks cerita inspiratif menggunkan metode copy the master dengan bantuan mutimedia
Materi :
A. Langkah-langkah menulis cerita inspiratif
1. Siswa browsing untuk mencari dan memilih teks cerita inspiratif yang dijadikan
sebagai master teks.
sebagai master teks.
2. Siswa
membaca dan melakukan indentifikasi unsur-unsur yang ada dalam master
teks cerita inspiratif.
3.
Siswa menuliskan
kembali teks cerita inspiratif menggunakan bahasa sendiri dengan
mengubah unsur-unsur yang ada dalam teks cerita fantasi tersebut, namun tetap
mempertahankan isi teks cerita inspiratif.
4.
Siswa mempublikasikan teks cerita inspiratif pada website mading digital sekolah.
5.
Siswa menambahkan gambar atau foto sebagai ilustrasi cerita
inspiratif yang dibuat.
B. Langkah-langkah mengunggah cerita inspiratif pada mading
digital sekolah
1.
Buka : blogger.com melalui Google chrome atau Mozilla Firefox
2.
Pilih Sign In / Login / Masuk
4.
Masukkan pasword : tamansari1
5.
Umumnya email bisa langsung masuk
6.
Namun, jika email meminta verifikasi, verifikasi dengan No HP 085600968772
7.
Lalu japri ke No HP 085600968772 untuk minta kode
verfikasi
8.
Pilih menu postingan
9.
Ketik judul tugas pada kolom etri baru
10.
Ketik atau copy tugas pada lembar kerja kosong yang ada di bawahnya
11. Tambahkan gambar atau foto sebagai ilustrasi cerita dengan mengkilik insert image
11. Tambahkan gambar atau foto sebagai ilustrasi cerita dengan mengkilik insert image
12.
Klik kolom perbarui
13.
Pilih label TGS KLS 9 dengan mengklik tanda panah yang ada di bawah kolom entri postingan
14.
Klik kolom lihat blog untuk melihat hasil kerja
15. Selamat mencoba semoga sukses
Contoh : Master teks cerita inspiratif
Air dan Garam
Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah
seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan
air muka yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia.
Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang
bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam,
dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu
kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. “Coba, minum ini, dan katakan bagaimana
rasanya...,”ujar Pak tua itu.
“Pahit. Pahit
sekali,” jawab sang tamu, sambil meludah ke samping.
Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk
berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu
berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang
itu.
Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu.
Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air,
mengusik ketenangan telaga itu. “Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah.
Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi, “Bagaimana
rasanya?”
“Segar,” sahut
tamunya.
“Apakah kamu
merasakan garam di dalam air itu?” tanya Pak Tua lagi.
“Tidak,” jawab si
anak muda.
Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu
mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu. “Anak muda,
dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan
tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama.
“Tapi, kepahitan
yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki.
Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya.
Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan
dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan.
Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap
kepahitan itu.”
Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat. “Hatimu, adalah wadah itu.
Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya.
Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang
mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan
kebahagiaan.”
Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan Pak
Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan “segenggam garam” untuk anak muda
yang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa.
Demikianlah, hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu.
Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu
itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan
itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.
Struktur:
1. Orientasi: “Suatu ketika,….” (Paragraf 1)
2. Perumitan peristiwa: “Tanpa membuang waktu,….” (Paragraf 2)
3. Komplikasi: “Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan….” (Paragraf 4)
4. Resolusi: “Pak Tua itu lalu kembali….” (Paragraf 6)
5. Koda: “Demikianlah, hatimu ….” (Paragraf 8)
1. Orientasi: “Suatu ketika,….” (Paragraf 1)
2. Perumitan peristiwa: “Tanpa membuang waktu,….” (Paragraf 2)
3. Komplikasi: “Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan….” (Paragraf 4)
4. Resolusi: “Pak Tua itu lalu kembali….” (Paragraf 6)
5. Koda: “Demikianlah, hatimu ….” (Paragraf 8)
Contoh : Cerita inspiratif yang ditulis berdasarkan master teks cerita fantasi Air dan Garam
AIR, GELAS, PANCI, DAN DANAU
Di sebuah desa ada seorang anak perempuan umurnya kira-kira 13 sampai 16
tahun. Dia seorang anak yang cantik juga pintar tapi sayangnya dia
memiliki sifat suka mengeluh ketika ada masalah datang menghampirinya.
Sekecil apapun masalah itu dia selalu mengeluh dan menggerutu.
Suatu hari dia sedang berjalan menuju sekolah, tiba-tiba lewat seorang
teman sekolahnya dengan mengendarai sepeda baru. Dia menatap temannya
yang sedang mengendarai sepeda sambil mengeluhkan dirinya yang cuma
berjalan kaki. Sesampainya di rumah diapun mengeluhkan hal ini kepada
ibunya. "Bu, aku capek setiap hari harus berjalan kaki ke sekolah,
kenapa Ibu tidak membelikan aku sepeda baru supaya aku tidak perlu
capek-capek berjalan kaki"
Dia merasa dalam hidup ini hanya dia seorang yang selalu mendapat
masalah tidak seperti teman-temannya yang lain yang bisa hidup enak dan
tidak pernah punya masalah. Padahal semua manusia di muka bumi tidak
pernah lepas dari masalah.
Ibunya mulai resah dengan sikap anaknya yang selalu mengeluh. Hingga di
suatu hari, Ibu anak ini mengajaknya ke dapur, dia mengambil garam,
gelas, dan sebuah panci kemudian mengisi gelas dan panci dengan air
sampai penuh. Dia kemudian memasukan satu sendok garam kedalam gelas
yang berisi air dan satu sendok lagi ke dalam panci. Sang anak mulai
penasaran dengan apa yang sedang dilakukan ibunya.
"Untuk apa air garam itu bu?" Sang Ibu pun berkata, "sekarang coba kamu
minum air yang ada di dalam gelas". Anak itu pun meminumnya dan
mengeluh, "rasanya sangat asin bu!", Ibunya kemudian menyuruh anak itu
untuk mencicipi air yaang ada di dalam panci. "Rasanya asin bu, tapi
tidak seasin air yang di gelas tadi" Kata anak itu dengan nada
penasaran. Setelah itu sang ibu mengajaknya ke sebuah danau yang berada
tidak jauh dari rumah mereka.
"Sekarang coba kamu lemparkan segenggam garam ke dalam danau itu!".
Dengan wajah yang masih penasaran anak itu melemparkan segenggam garam
ke dalam danau. "Kenapa bu? Untuk apa ibu menyuruhku melemparkan garam
ke danau?". Sang ibu kemudian berkata, "Nak, kamu adalah anak yang
cerdas, menurut kamu bagaimana rasa air danau setelah kamu melemparkan
segenggam garam ke dalamnya?" dengan spontan anak itu menjawab, "Tentu
saja rasanya tidak akan berubah bu, tapi aku masih penasaran kenapa ibu
melakukan semua ini?"
Dengan nada yang lembut ibunya menjelaskan bahwa garam yang dimasukkan
ke dalam gelas, panci dan danau itu diibaratkan masalah setiap orang
yang ada di dunia. Tinggal bagaimana sikap kita menghadapi masalah itu.
Apakah kita akan seperti gelas dan panci ketika ditimpa sedikit masalah
akan berubah menjadi asin? Ataukah kita adalah danau yang ketika ditimpa
masalah sebesar apapun tidak akan berubah rasa sedikitpun.
Setelah mendengarkan penjelasan ibunya, anak ini mulai mengerti bahwa
setiap orang di atas bumi ini pasti punya masalah entah itu masalah yang
besar atau masalah yang kecil, tetapi jika kita menghadapinya dengan
lapang dada, maka sebesar apapun masalah yang menimpa tidak akan
mengubah kita menjadi orang yang suka mengeluh dan lupa untuk bersyukur.
0 comments:
Post a Comment