468x60 Ads



Sukses untuk lulusan SMPN 1 MIRIT

Beriman, Santun, Berprestasi dan Terampil

Guru-Guru SMPN 1 Mirit

Guru adalah Pamong, orang tua pengganti yang dipercaya mendidik siswa-siswinya

Staf Tata Usaha

Syukuran HUT Sekolah Ke-40

Prestasi Tiada Henti

Semangat Berprestasi

Seimbangkan jiwa dan raga

HUT Sekolah ke-40

Study Tour 2020

Study Tour ke Jatim Park


Showing posts with label ARTIKEL. Show all posts
Showing posts with label ARTIKEL. Show all posts

Aksi Nyata 3.3 Pengelolaaan Program Sekolah yang Berdampak pada Murid

0 comments

 MATALENTERA (MADING DIGITAL LENTERA)

Oleh : Aris Margono

SMP Negeri 1 Mirit

A.    PERISTIWA (FACT)

1.        Latar Belakang

Dunia makin mengglobal. Informasi begitu cepat menghampiri kita. Di tengah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu pesat, semestinya kita tidak hanya sebagai objek, tapi juga perlu mengambil peran sebagai subjek. Termasuk, untuk murid-murid kita khususnya, dan warga sekolah pada umumnya. Untuk tujuan itulah program MATALENTERA ini hadir. MATALENTERA mempunyai visi membangun budaya literasi di sekolah melalui pembiasan membaca dan menulis di media digital. Pepatah bijak mengatakan “Membacalah maka Anda akan mengenal dunia. Dan, menulislah maka dunia akan mengenal Anda.”

 

2.      Mengapa Melakukan Aksi ini

MATALENTERA merupakan akronim dari Mading Digital Lentera. Program ini digagas sebagai jawaban dari filosofi pendidikan KHD tentang kodrat alam dan kodrat zaman. Seperti kita ketahui bersama, dampak pandemi covid-19 telah menjadikan pembelajaran daring sebagai pilihan yang harus dijalani. Saat ini, kita telah masuk di era digital. MATALENTERA menjadi bukti bahwa pendidikan harus mengikuti kodrat zaman. Sebagai guru, kita harus mampu berakselerasi dengan situasi yang sedang terjadi saat ini. Hidup dalam tatanan baru, dalam era digital.

3.      Linimasa Tindakan Yang Akan Dilakukan (BAGJA)

 

1.

B-uat

Pertanyaan

Bagaimana    membudayakan kegiatan literasi pada murid melalui

Program MATALENTERA?

2.

A-mbil Pelajaran

a.       Mading manual kurang manarik minat siswa untuk membaca dan mengirim tulisan.

b.      Mading manual hanya bisa diakses di sekolah. Ruang publikasinya terbatas. Alur kerjanya cenderung lama dan informasi yang sudah terpubilkasi kurang dapat terdokumentasi dengan sempurna.


3.

G-ali Mimpi

a.       Tersedianya mading digital yang dapat diakses dari mana saja.

b.      Ruang publikasinya luas.

c.       Alur kerjanya cepat dan simpel, namun dapat dikreasikan dengan maksimal.

d.      Jejak digital yang terpubliaksi dapat terdokumentasi dengan sempurna.

4.

J-abarkan Rencana

a.       Menyampaikan rencana/usulan ke kepala sekolah.

b.      Melengkapi program sesuai saran dan arahan kepala sekolah.

c.       Berkoordinasi dengan pihak-pihak yang terlibat (rekan sejawat, murid, penyedia server)

d.      Melakukan sosialisasi program pada murid.

e.       Menampung ide, gagasan, dan pendapat dari siswa dan pihak terkait mengenai pelaksanaan program.

f.        Membuat website MATALENTERA.

g.      Menyusun dewan redaksi yang beranggotakan MGMP Bahasa Indonesia sekolah dan koordinator liputan dari masing-masing kelas.

h.      Melaksanakan workshop/pelatihan penulisan.

i.        Melakukan kegiatan menulis dan mengirim tuliasan di website MATALENTERA

j.        Melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan

k.      Pelaporan

5.

A-tur Eksekusi

a.       Penanggung Jawab kegiatan: Kepala sekolah

b.      Ketua : CGP Koordinator

c.       Pendamping kegiatan : MGMP Bahasa Indonesia sekolah.

d.      Koordinasi dilakukan dengan murid setiap akhir pekan, dilanjutkan dengan rapat rutin  dengan pendamping kegiatan.


 

 

e. Evaluasi kegiatan dilaksanakan setiap 1 bulan sekali, melalui pelaporan berjenajang mulai dari koordinator liputan, guru pendamping, kemudian diteruskan kepada kepala sekolah.

 

4.      Hasil dari Aksi Nyata yang Dilakukan

Dari Program “MATALENTERA” dihasilkan berbagai tulisan dalam format liputan, artikel, karya sastra, sampai dengan buku. Murid dan warga sekolah pada umumnya dapat menyalurkan gagasan, ide, dan karya-karyanya dengan menulis dan mengunggahnya di mading digital lentera SMP Negeri 1 Mirit. Budaya literasi mulai menggeliat. Murid merasa bangga karena tulisannya terpublikasi dan diapresiasi oleh seluruh warga sekolah, bahkan oleh para pengunjung website MATALENTERA dari luar sekolah.

 

B.   PERASAAN (FEELINGS)

Perasaan saya senang karena dapat melaksanakan aksi nyata “MATALENTERA” serta optimis bahwa program dapat berjalan berkesinambungan dan bermanfaat dalam menggiatkan budaya membaca dan menulis di lingkungan sekolah menuju SMP Negeri 1 Mirit menjadi sekolah berbasis literasi.

C.  PEMBELAJARAN (FINDINGS)

Dalam aksi nyata program MATALENTERA sangat bermanfaat untuk pengalaman bagaimana kita mengidentifikasi kebutuhan murid sesui dengan kodrat zaman, merencanakan program yang berdampak pada murid, dan mengelola program sekolah dengan mempertimbangkan risiko yang terjadi. Adapun tahapannya ialah :

Identifikasi jenis resiko : ada beberapa resiko yang mungkin muncul dari program ini, diantaranya ada yang tidak mendukung dari warga sekolah dan anggaran dana untuk biaya server..

Pengukuran Resiko : resiko yang dihadapi tidak terlalu besar, akan tetapi tetap harus diperhatikan   dan diantisipasi.

Strategi pengendalian resiko : ada beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk menghadapi resiko yang mungkin terjadi, dengan mensosialisasikan program dan meminta dukungan dari semua warga sekolah. Memilih biaya berlangganan server yang terjangkau dan dapat dianggarkan dalam anggaran dan belanja sekolah. Untuk resiko finansial, penaggungjawab, koordiantor, dan pendamping program dengan mengusulkan kepada kepala sekolah agar program ini menjadi kegiatan yang dapat dianggarkan dan dibiayai dari dana BOS.

Melakukan Evaluasi terus menerus maju berkelanjutan : semua warga sekolah melakukan evaluasi secara berkala dan berkelanjutan.

 

D.  PENERAPAN KE DEPAN (FUTURE)

1.       Setelah melaksanakan aksi nyata ini harapannya dapat dijadikan tolak ukur untuk      keberhasilan program sekolah berikutnya.

2.       Menjadikan kegiatan ini menjadi ekstrakurikuler untuk mendukung pengembangan sekolah, atau ke depan mampu untuk mandiri dengan melakukan kerjasama yang saling menguntungkan dengan pihak lain yang terkait.

3.       Membangun kegiatan kemitraan dengan pihak lain, misalnya SMA, SMK, atau pihak swasta dan pihak-pihak lain yang terkait untuk memasang iklan di website MATALENTERA.

4.       Berartisipasi aktif dalam kegiatan literasi di tingkat kabupaten, baik di tingkat sekolah dasar atau menengah.

5.       Mendaftarkan website mading digital lentera di LIPI untuk mendapatkan izin operasional jurnal ilmiah Nasional.

E.  REFLEKSI DAN EVALUASI

1.        Akan lebih masih lagi dalam mensosialisasikan program MATALENTERA hingga dikenal di tingkat kabupaten.

2.        Evaluasi dilakukan oleh dewan redaksi, dengan tujuan agar kegiatan yang telah dilakukan berdampak pada peningkatan budaya literasi di sekolah, khusunya dapat meningkatkan minat siswa untuk membaca dan menulis.

 

DOKUMENTASI FOTO PROGRAM MATALENTERA

 

 Lounching Program

Tampilan Website

 
Pelatihan Menulis

 
Menulis di Mading Digital Lentera

 

 

3.3.9.a Koneksi Antar Materi - Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid

0 comments



Filosofi pendidikan menurut KHD (Ki Hadjar Dewantara) adalah  menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

Untuk mewujudkan hal itu dalam mendidik siswa, guru berorientasi pada terwujudnya profil pelajar pancasila, yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif, seperti dikutip dari laman Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.

Demi terwujudnya profil pelajar pancasila, guru dituntut untuk melaksanakan pembelajaran yang berpihak pada murid. Pembelajaran berpihak pada murid, salah satunya dengan memberi kesempatan murid untuk mengemukakan pendapat. Kemudian memberi kebebasan membangun sendiri pengetahuannya, tidak selalu mengikuti keinginan gurunya. Inilah perwujudan dari merdeka belajar.

Sekolah juga harus menciptakan budaya positif yang dapat menumbuhkembangkan kompetensi pengetahuan, sikap, dan keterampilan murid. Hal ini sejalan dengan perupamaan guru sebagai  seorang petani yang menanam jagung misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya jagung. Ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu tanaman jagung agar bisa tumbuh dan berbuah optimal.

Salah satu pemeblajaran yang berpihak pada murid adalah pembelajaran berdifernsiasi. Pembelajaran diferensiasi diawali dengan memetakan kesiapan, minat, dan profil belajar siswa. Atas dasar pemetaan itu dibuatlah diferensiasi konten, proses, dan produk. Dengan begitu, murid dapat belajar sesuai dengan kondisi dan kecenderuangan masing-masing. 

Selain pembelajaran yang berpihak pada murid, guru juga dituntut mampu untuk menyusun program yang berdampak ada murid. Penyusan program yang berdampak pada murid didasari oleh sumber daya yang dimiliki sekolah. Sumber daya itu, dapat dirinci sebagai berikut: 1) modal manusia, 2) modal sosial, 3) modal fisik, 4) modal lingkungan alam, 5) modal finansial, 6) modal politik, dan 7) modal budaya/agama. 

Semua modal aset yang dimiliki sekolah difokuskan untuk menyusun program yang berdampak pada murid, misalnya program LIERASI SEKOLAH. Program disusun menggunakan alur BAGJA. Setelah program tersusun maka dilaksnakan, dan dievaluasi. Dari pelaksanaan sampai dengan evaluasi hendaknya melibatkan murid. Jadi, baik secara langsung ataupun tidak, program yang disusun ini memberikan dampak bagi murid.  

Tugas 3.1.a.9 Koneksi Antar Materi pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran

0 comments

t Sains//Selamat Datang di Sahaba

Ki Hadjar Dewantara menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: "menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat  menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan  tumbuhnya kekuatan kodrat anak”

Dalam menuntun laku dan pertumbuhan kodrat anak, KHD mengibaratkan peran pendidik seperti seorang petani atau tukang kebun. Anak-anak itu seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh pak tani atau pak tukang kebun di lahan yang telah disediakan. Anak-anak itu bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam. Bila biji jagung ditempatkan di tanah yang subur dengan mendapatkan sinar matahari dan pengairan yang baik maka meskipun biji jagung adalah bibit jagung yang kurang baik (kurang berkualitas) dapat tumbuh dengan baik karena perhatian dan perawatan dari pak tani.  Demikian sebaliknya, meskipun biji jagung itu disemai adalah bibit berkualitas baik namun tumbuh di lahan yang gersang dan tidak mendapatkan pengairan dan cahaya matahari serta ‘tangan dingin’ pak tani, maka biji jagung itu mungkin tumbuh namun tidak akan optimal.

Menilik perannya sebagai pemimpin pembelajaran, guru berorientasi pada terwujudnya Profil Pelajar Pancasila, yaitu pelajar yang beriman, mandiri, kritis, kratif, bergotong royong, dan berkebinekaan global. Namun, dalam melaksanakan perannya tersebut, guru sering dihadapkan dalam pengambilan keputusan yang mengandung dilema etika.

Secara umum, pola, model, atau paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika dapat dikategorikan seabgai berikut :

1. Individu lawan masyarakat (individual vs community)

2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

Dilema etika adalah sebuah situasi yang terjadi dimana seseorang dihadapkan pada situasi keduanya benar namun bertentangan dalam mengambil sebuah keputusan. Langkah-langkah yang dapat diambil oleh guru, saat mengahadapi pengambilan keputusan yang mengandung dlema etika, yaitu melalui 9 tahap pengujian, yaitu sebagi berikut :

1. Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini.

Ada 2 alasan mengapa langkah ini adalah langkah yang penting dalam pengujian keputusan. Alasan yang pertama, langkah ini mengharuskan kita untuk mengidentifikasi masalah yang perlu diperhatikan, alih-alih langsung mengambil keputusan tanpa menilainya dengan lebih saksama. Alasan yang kedua adalah karena langkah ini akan membuat kita menyaring masalah yang betul-betul berhubungan dengan aspek moral, bukan masalah yang berhubungan dengan sopan santun dan norma sosial. Untuk mengenali hal ini bukanlah hal yang mudah. Kalau kita terlalu berlebihan dalam menerapkan langkah ini, dapat membuat kita menjadi orang yang terlalu mendewakan aspek moral, sehingga kita akan mempermasalahkan setiap kesalahan yang paling kecil pun. Sebaliknya bila kita terlalu permisif, maka kita bisa menjadi apatis dan tidak bisa mengenali aspek-aspek permasalahan etika lagi.  

2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.

Bila kita telah mengenali bahwa ada masalah moral di situasi tertentu. Pertanyaannya adalah dilema siapakah ini? Hal yang seharusnya membedakan bukanlah pertanyaan apakah ini dilema saya atau bukan. Karena dalam hubungannya dengan permasalahan moral, kita semua seharusnya merasa terpanggil.

3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.

Pengambilan keputusan yang baik membutuhkan data yang lengkap dan detail, seperti misalnya apa yang terjadi di awal situasi tersebut, bagaimana hal itu terkuak, dan apa yang akhirnya terjadi, siapa berkata apa pada siapa, kapan mereka mengatakannya.  Data-data tersebut penting untuk kita ketahui karena dilema etika tidak menyangkut hal-hal yang bersifat teori, namun ada faktor-faktor pendorong dan penarik yang nyata di mana data yang mendetail akan bisa menggambarkan alasan seseorang melakukan sesuatu dan kepribadian seseorang akan tercermin dalam situasi tersebut. Hal yang juga penting di sini adalah analisis terhadap hal-hal apa saja yang potensial akan terjadi di waktu yang akan datang.

4. Pengujian benar atau salah

·       Uji Legal

Pertanyaan yang harus diajukan disini adalah apakah dilema etika itu menyangkut aspek pelanggaran hukum. Bila jawabannya adalah iya, maka pilihan yang ada bukanlah antara benar lawan benar, namun antara benar lawan salah. Pilihannya menjadi membuat keputusan yang mematuhi hukum atau tidak, bukannya keputusan yang berhubungan dengan moral.

·       Uji Regulasi/Standar Profesional

Bila dilema etika tidak memiliki aspek pelanggaran hukum di dalamnya, mungkin ada pelanggaran peraturan atau kode etik. Konflik yang terjadi pada seorang wartawan yang harus melindungi sumber beritanya,  seorang agen real estate yang tahu bahwa seorang calon pembeli potensial sebelumnya telah dihubungi oleh koleganya? Anda tidak bisa dihukum karena melanggar kode etik profesi Anda, tapi Anda akan kehilangan respek sehubungan dengan profesi Anda.

·       Uji Intuisi=Berpikir berbasis peraturan

Langkah ini mengandalkan tingkatan perasaan dan intuisi Anda dalam merasakan apakah ada yang salah dengan situasi ini. Apakah tindakan ini mengandung hal-hal yang akan membuat Anda merasa dicurigai. Uji intuisi ini akan mempertanyakan apakah tindakan ini sejalan atau berlawanan dengan nilai-nilai yang Anda yakini.  Walaupun mungkin Anda tidak bisa dengan jelas dan langsung menunjuk permasalahannya ada di mana. Langkah ini, untuk banyak orang, sangat umum dan bisa diandalkan untuk melihat dilema etika yang melibatkan dua nilai yang sama-sama benar.

·       Uji Halaman Depan Koran = Berpikir berbasis akhir

Apa yang Anda akan rasakan bila keputusan ini dipublikasikan pada halaman depan dari koran dan sesuatu yang Anda anggap merupakan ranah pribadi Anda tiba-tiba menjadi konsumsi masyarakat? Bila Anda merasa tidak nyaman membayangkan hal itu akan terjadi, kemungkinan besar Anda sedang menghadapi dilema etika.

·       Uji Panutan/Idola= Berpikir berbasis perduli

Dalam langkah ini, Anda akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh seseorang yang merupakan panutan Anda, misalnya ibu Anda. Tentunya di sini fokusnya bukanlah pada ibu Anda, namun keputusan apa yang kira-kira akan beliau ambil, karena beliau adalah orang yang menyayangi Anda dan orang yang sangat berarti bagi Anda.

5. Pengujian Paradigma Benar lawan Benar.

Dari keempat paradigma berikut ini, paradigma mana yang terjadi di situasi ini?

Individu lawan masyarakat (individual vs community)

Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

Apa pentingnya mengidentifikasi paradigma, ini bukan hanya mengelompokkan permasalahan namun membawa penajaman pada fokus kenyataan bahwa situasi ini betul-betul mempertentangkan antara dua nilai-nilai inti kebajikan yang sama-sama penting.

6. Melakukan Prinsip Resolusi

Dari 3 prinsip penyelesaian dilema, mana yang akan dipakai?

  • Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)
  • Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)
  • Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

7. Investigasi Opsi Trilema

Mencari opsi yang ada di antara 2 opsi. Apakah ada cara untuk berkompromi dalam situasi ini. Terkadang akan muncul sebuah penyelesaian yang kreatif dan tidak terpikir sebelumnya yang bisa saja muncul di tengah-tengah kebingungan menyelesaikan masalah.

8. Buat Keputusan

Akhirnya kita akan sampai pada titik di mana kita harus membuat keputusan yang membutuhkan keberanian secara moral untuk melakukannya.

9. Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan

Ketika keputusan sudah diambil. Lihat kembali proses pengambilan keputusan dan ambil pelajarannya untuk dijadikan acuan bagi kasus-kasus selanjutnya.

Setelah melalui 9 langkah pengujian dalam pengambilan keputusan yang mengadung dilema etika, guru sebagai pemimpin pembelajaran dapat yakin dan mantap untuk melaksanakan keputusan yang diambilnya.

Sebagai bahan catatan, apabila keputusan yang diambil saat diuji legal, ternyata ada pelanggaran hukum maka dapat dipastikan, itu bukan permasalahan yang mengandung dilema etika, melainkan merupakan bujukan moral. Paradigmanya, bukan benar lawan benar lagi, melainkan benar lawan salah. Maka kita harus memilih yang benar.

Keputusan yang diambil akan sangat sulit dapat memuaskan semua pihak. Itu adalah hal yang wajar. Yang terpenting, sebagai peimimpin pembelajaran, seorang guru harus berani mengambil keputusan yang mengadandung dilema etika dengan pertimbangan utama, keputusan yang diambil memihak pada murid.

 

 

 
. © 2016 Design by Manisum | Sponsored by bkktkm - bkktkm - bkktkm