Tuah Sumpah Haryo Dipo
Sejak kecil, Haryo Dipo diasuh oleh kakak dari ibunya yang diperistri oleh Demang Kutowinangun. Ayah, ibu, dua kakak laki-laki, dan tiga kakak perempuannya serta beberapa pengikut setia keluarga mereka pergi ke tempat yang jauh meninggalkan Kademangan Wawar usai tragedi berdarah yang disebabkan ditolaknya lamaran Sosro Sujono, putra Demang Sampang yang ingin meminang Dewi Sulastri, putri pertama Demang Wawar.
Sosro
Sujono, putra Demang Sampang marah karena lamarannya ditolak. Ia berkata-kata
kasar pada Demang Wawar dan keluarganya. Tidak terima keluarganya dihina, kakak
laki-laki Haryo Dipo menantang Sosro Sujono untuk bertarung. Terjadilah
pertarungan yang tidak seimbang. Sosro Sujono seorang diri bertarung melawan dua
kakak laki-laki Haryo Dipo. Sosro Sujono tidak mau menyerah meskipun sudah
terluka parah, ia terus melawan hingga akhirnya mati dengan tragis.
Mendengar
kabar kematian putranya, Demang Sampang meminta bantuan saudara tuanya Demang
Singoyudo untuk menyerang Kademangan Wawar dan mengambil jenazah putranya yang
masih tergeletak di halaman Kademangan Wawar. Demang Sampang dan Demang
Singoyudo bersama para pengikutnya berangkat untuk menyerang Kademangan Wawar.
Mengetahui kekuatan Kademangan Wawar tidak mampu untuk menandingi serangan
Demang Sampang dan Demang Singoyudo, Demang Wawar dan keluarganya memutuskan
untuk pergi jauh meninggalkan Kademangan Wawar. Kecewa menadapati Demang Wawar
dan keluarganya sudah tidak ada di rumah. Demang Sampang memerintahkan
pengikutnya untuk membakar habis rumah Demang Wawar.
Sudah
belasan tahun peristiwa itu berlalu. Kini, Haryo Dipo telah menjelma menjadi
pemuda yang memiliki wajah tampan dengan kulit putih dan bermata tajam. Ia
cerdas dan tangkas karena telah dididik dengan baik oleh keluarga Demang
Kutowinangun. Setelah dianggap cukup dewasa, Demang Kutowinangun mengizinkan
Haryo Dipo untuk kembali membangun
Kademangan Wawar.
Haryo
Dipo kembali ke Kademangan Wawar dan tinggal di bekas rumah orang tuanya yang
dulu dibakar habis oleh Demang Sampang sewaktu ia masih kecil dalam pengasuhan
Demang Kutowinangun. Rakyat di Kademangan Wawar merasa gembira atas kehadiran
Haryo Dipo, penerus pemimpin Kademangan Wawar.
Pada
suatu hari, saat Haryo Dipo sedang berjalan menyusuri jalan setapak menuju ke
sungai Wawar. Sungai yang melintasi Kademangan Wawar dan Kademangan Sampang, ia
merasa ada orang yang mengikutinya.
"Hei
siapa di situ?" teriak Haryo Dipo sambil berjalan ke arah yang ia curigai.
Namun, tak ada satu orang pun di sana. Tapi, ia tetap merasa yakin bahwa tadi
ada seseorang yang mengikutinya. Haryo Dipo
pun lebih waspada, berjaga-jaga jika ada orang yang bermaksud jahat
padanya. Ia terus berjalan menelusuri jalan setapak itu hingga tiba-tiba ia
mendengar teriakan seorang gadis.
"Aaaaaa,
tolong...!" suara jeritan gadis itu.
Haryo
Dipo yang mendengar teriakan bergegas berlari ke arah suara jeritan itu. Benar
saja, di jalan setapak itu ada seorang gadis cantik mengenakan kebaya dan kain
jarit sedang terjongkok lemas sambil menunjuk ke arah pohon besar di depannya.
Ternyata ada seekor ular besar bertengger di dahan pohon randu alas. Dengan
keberaniannya Haryo Dipo langsung mengambil ular itu dengan tangan kosong dan
membungnya ke tempat yang jauh. Gadis yang tadi ketakutan perlahan hilang rasa
takutnya. Ia merasa takjub pada keberanian Haryo Dipo. Ular itu terlihat tunduk
dan menurut kepada haryo Dipo. Gadis cantik yang bernama Roro Suyatmi itu pun
mengucapkan terimakasih.
Setelah
kejadian itu, Haryo Dipo dan Roro Suyatmi menjadi saling mengenal dan lama-lama
akrab serta sering bertemu di bawah pohon randu alas yang ada di tepi jalan
setapak menuju ke sungai Wawar. Dari keakraban dan kebersamaan mereka membuat
mereka saling suka. Ayah Roro Suyatmi murka mengetahui putrinya menyukai Haryo
Dipo. Ia memerintahkan Roro Suyatmi untuk menjauhi Haryo Dipo dan tidak boleh
ada hubungan apapun diantara keduanya.
Roro
Suyatmi menjadi sangat sedih karena dilarang bertemu dengan Haryo Dipo. Ia pun
hanya bisa pergi ke halaman kademangan untuk menenangkan diri dengan duduk di
bawah pohon manggis. Tiba-tiba ada seseorang yang menariknya dari belakang.
Mulutnya dibekap oleh orang tersebut. Beruntung sebelum benar-benar dibawa lari
oleh orang misterius itu, Roro Suyatmi sempat berteriak minta tolong.
"Aaaa,
tolong-tolong!!" jerit Roro Suyatmi yang akhirnya pingsan di tangan orang
misterius itu.
Haryo
Dipo yang kebetulan sedang berada tidak jauh dari tempat itu mendengar suara
jeritan Roro Suyatmi, ia langsung berlari mendekatinya. Ia marah melihat Roro
Suyatmi yang sudah pingsan di tangan orang misterius itu. Dengan keberaniannya,
Haryo Dipo menghadang orang itu. Ia tidak rela Roro Suyatmi disakiti.
Terjadilah
pertarungan antara si penculik dengan Haryo Dipo. Tak berselang lama datanglah
Demang Sampang dengan dikawal para pengikutnya. Mereka langsung membantu Haryo
Dipo, dan si penculik pun berhasil dikalahkan. Roro Suyatmi pun dapat lepas
dari genggaman orang itu. Sayang, penculik itu berhasil melarikan diri.
Setelah
kejadian itu, Demang Sampang tidak lagi melarang hubungan Haryo Dipo dengan
putrinya. Haryo Dipo sering menemui Roro Suyatmi di rumah Demang Sampang. Suatu sore, saat matahari hampir tenggelam,
dan Haryo Dipo hendak berpamitan untuk pulang, segerombolan orang tak dikenal
mendatangi Kademangan Sampang. Para penjaga Kademangan Sampang tidak sanggup
mengalahkan mereka. Grombolan orang tak dikenal itu hendak masuk ke rumah untuk
mencelakai Roro Suyatmi dan Demang Sampang.
Sebelum
mereka memasuki pintu, Haryo Dipo menghardik mereka.
“Langkahi
dulu mayatku jika kalian ingin memasuki pintu itu.”
Grombolan
penyusup itu pun marah, dan langsung menghunus senjata untuk menghabisi Haryo
Dipo. Dengan gesit Haryo Dipo menghindari semua serangan mereka. Pukulan dan
tendangan Haryo Dipo gantian mendarat telak di tubuh para penyusup itu. Sekali
terkena pukulan dan tendangan Haryo Dipo, mereka langsung roboh kesakitan dan
tak bisa bangkit lagi.
Demang
Sampang keluar dari pendopo kademangan, kemudian menghunus keris dan
menghunjamkan ke jantung para grombolan penyusup yang sudah terkapar tidak
berdaya itu.
“Buka
kain penutup muka mereka!” perintah Demang Sampang yang sudah menduga para
penyusup itu adalah musuh-musuhnya yang ingin membalas dendam.
Betapa
sedih dan menyesalnya Haryo Dipo setelah mengetahui bahwa ternyata gerombolan
penyusup yang telah ia lumpuhkan dan kemudian dibunuh oleh Demang Sampang
adalah ayah dan dua kakak laki-lakinya, serta beberapa pengikut setia keluarganya
yang belasan tahun lalu pergi meninggalkan kademangan Wawar.
Dengan
rasa penyesalan yang begitu dalam, Haryo Dipo berucap, “Demang Sampang, kamu
telah menghabisi nyawa ayahku, saudaraku, dan pengikut-pengikut setia
keluargaku. Aku bersumpah, semua rakyat Kademangan Wawar dan keturunanya tidak
akan menikah dengan rakyat Kademangan Sampang.
Sejak
saat itu hingga kini, sumpah Haryo Dipo terus turun-temurun dari mulut ke mulut
rakyat Kademangan Sampang dan Kademangan Wawar. Dan, jika ada yang memaksakan
melanggar sumpah itu, entah kebetulan atau karena tuah sumpah Haryo Dipo, maka akan
terjadi hal buruk menimpa keluarga yang nekat berbesanan.