468x60 Ads



Sukses untuk lulusan SMPN 1 MIRIT

Beriman, Santun, Berprestasi dan Terampil

Guru-Guru SMPN 1 Mirit

Guru adalah Pamong, orang tua pengganti yang dipercaya mendidik siswa-siswinya

Staf Tata Usaha

Syukuran HUT Sekolah Ke-40

Prestasi Tiada Henti

Semangat Berprestasi

Seimbangkan jiwa dan raga

HUT Sekolah ke-40

Study Tour 2020

Study Tour ke Jatim Park


Showing posts with label PTK. Show all posts
Showing posts with label PTK. Show all posts

TEKS CERITA FIKSI TUAH SUMPAH HARYO DIPO KARYA RISTANTI DAN RAYA KELAS VII G

0 comments

 

Tuah Sumpah Haryo Dipo

         Sejak kecil, Haryo Dipo diasuh oleh kakak dari ibunya yang diperistri oleh Demang Kutowinangun. Ayah, ibu, dua kakak laki-laki, dan tiga kakak perempuannya serta beberapa pengikut setia keluarga mereka pergi ke tempat yang jauh meninggalkan Kademangan Wawar usai tragedi berdarah yang disebabkan ditolaknya lamaran Sosro Sujono, putra Demang Sampang yang ingin meminang Dewi Sulastri, putri pertama Demang Wawar.  

 Sosro Sujono, putra Demang Sampang marah karena lamarannya ditolak. Ia berkata-kata kasar pada Demang Wawar dan keluarganya. Tidak terima keluarganya dihina, kakak laki-laki Haryo Dipo menantang Sosro Sujono untuk bertarung. Terjadilah pertarungan yang tidak seimbang. Sosro Sujono seorang diri bertarung melawan dua kakak laki-laki Haryo Dipo. Sosro Sujono tidak mau menyerah meskipun sudah terluka parah, ia terus melawan hingga akhirnya mati dengan tragis.

Mendengar kabar kematian putranya, Demang Sampang meminta bantuan saudara tuanya Demang Singoyudo untuk menyerang Kademangan Wawar dan mengambil jenazah putranya yang masih tergeletak di halaman Kademangan Wawar. Demang Sampang dan Demang Singoyudo bersama para pengikutnya berangkat untuk menyerang Kademangan Wawar. Mengetahui kekuatan Kademangan Wawar tidak mampu untuk menandingi serangan Demang Sampang dan Demang Singoyudo, Demang Wawar dan keluarganya memutuskan untuk pergi jauh meninggalkan Kademangan Wawar. Kecewa menadapati Demang Wawar dan keluarganya sudah tidak ada di rumah. Demang Sampang memerintahkan pengikutnya untuk membakar habis rumah Demang Wawar.

Sudah belasan tahun peristiwa itu berlalu. Kini, Haryo Dipo telah menjelma menjadi pemuda yang memiliki wajah tampan dengan kulit putih dan bermata tajam. Ia cerdas dan tangkas karena telah dididik dengan baik oleh keluarga Demang Kutowinangun. Setelah dianggap cukup dewasa, Demang Kutowinangun mengizinkan Haryo Dipo untuk kembali  membangun Kademangan Wawar.

Haryo Dipo kembali ke Kademangan Wawar dan tinggal di bekas rumah orang tuanya yang dulu dibakar habis oleh Demang Sampang sewaktu ia masih kecil dalam pengasuhan Demang Kutowinangun. Rakyat di Kademangan Wawar merasa gembira atas kehadiran Haryo Dipo, penerus pemimpin Kademangan Wawar.

Pada suatu hari, saat Haryo Dipo sedang berjalan menyusuri jalan setapak menuju ke sungai Wawar. Sungai yang melintasi Kademangan Wawar dan Kademangan Sampang, ia merasa ada orang yang mengikutinya.

"Hei siapa di situ?" teriak Haryo Dipo sambil berjalan ke arah yang ia curigai. Namun, tak ada satu orang pun di sana. Tapi, ia tetap merasa yakin bahwa tadi ada seseorang yang mengikutinya. Haryo Dipo  pun lebih waspada, berjaga-jaga jika ada orang yang bermaksud jahat padanya. Ia terus berjalan menelusuri jalan setapak itu hingga tiba-tiba ia mendengar teriakan seorang gadis.

"Aaaaaa, tolong...!" suara jeritan gadis itu.

Haryo Dipo yang mendengar teriakan bergegas berlari ke arah suara jeritan itu. Benar saja, di jalan setapak itu ada seorang gadis cantik mengenakan kebaya dan kain jarit sedang terjongkok lemas sambil menunjuk ke arah pohon besar di depannya. Ternyata ada seekor ular besar bertengger di dahan pohon randu alas. Dengan keberaniannya Haryo Dipo langsung mengambil ular itu dengan tangan kosong dan membungnya ke tempat yang jauh. Gadis yang tadi ketakutan perlahan hilang rasa takutnya. Ia merasa takjub pada keberanian Haryo Dipo. Ular itu terlihat tunduk dan menurut kepada haryo Dipo. Gadis cantik yang bernama Roro Suyatmi itu pun mengucapkan terimakasih.

Setelah kejadian itu, Haryo Dipo dan Roro Suyatmi menjadi saling mengenal dan lama-lama akrab serta sering bertemu di bawah pohon randu alas yang ada di tepi jalan setapak menuju ke sungai Wawar. Dari keakraban dan kebersamaan mereka membuat mereka saling suka. Ayah Roro Suyatmi murka mengetahui putrinya menyukai Haryo Dipo. Ia memerintahkan Roro Suyatmi untuk menjauhi Haryo Dipo dan tidak boleh ada hubungan apapun diantara keduanya.

Roro Suyatmi menjadi sangat sedih karena dilarang bertemu dengan Haryo Dipo. Ia pun hanya bisa pergi ke halaman kademangan untuk menenangkan diri dengan duduk di bawah pohon manggis. Tiba-tiba ada seseorang yang menariknya dari belakang. Mulutnya dibekap oleh orang tersebut. Beruntung sebelum benar-benar dibawa lari oleh orang misterius itu, Roro Suyatmi sempat berteriak minta tolong.

"Aaaa, tolong-tolong!!" jerit Roro Suyatmi yang akhirnya pingsan di tangan orang misterius itu.

Haryo Dipo yang kebetulan sedang berada tidak jauh dari tempat itu mendengar suara jeritan Roro Suyatmi, ia langsung berlari mendekatinya. Ia marah melihat Roro Suyatmi yang sudah pingsan di tangan orang misterius itu. Dengan keberaniannya, Haryo Dipo menghadang orang itu. Ia tidak rela Roro Suyatmi disakiti.

Terjadilah pertarungan antara si penculik dengan Haryo Dipo. Tak berselang lama datanglah Demang Sampang dengan dikawal para pengikutnya. Mereka langsung membantu Haryo Dipo, dan si penculik pun berhasil dikalahkan. Roro Suyatmi pun dapat lepas dari genggaman orang itu. Sayang, penculik itu berhasil melarikan diri.

Setelah kejadian itu, Demang Sampang tidak lagi melarang hubungan Haryo Dipo dengan putrinya. Haryo Dipo sering menemui Roro Suyatmi di rumah Demang Sampang.  Suatu sore, saat matahari hampir tenggelam, dan Haryo Dipo hendak berpamitan untuk pulang, segerombolan orang tak dikenal mendatangi Kademangan Sampang. Para penjaga Kademangan Sampang tidak sanggup mengalahkan mereka. Grombolan orang tak dikenal itu hendak masuk ke rumah untuk mencelakai Roro Suyatmi dan Demang Sampang.

Sebelum mereka memasuki pintu, Haryo Dipo menghardik mereka.

“Langkahi dulu mayatku jika kalian ingin memasuki pintu itu.”

Grombolan penyusup itu pun marah, dan langsung menghunus senjata untuk menghabisi Haryo Dipo. Dengan gesit Haryo Dipo menghindari semua serangan mereka. Pukulan dan tendangan Haryo Dipo gantian mendarat telak di tubuh para penyusup itu. Sekali terkena pukulan dan tendangan Haryo Dipo, mereka langsung roboh kesakitan dan tak bisa bangkit lagi.

Demang Sampang keluar dari pendopo kademangan, kemudian menghunus keris dan menghunjamkan ke jantung para grombolan penyusup yang sudah terkapar tidak berdaya itu.

“Buka kain penutup muka mereka!” perintah Demang Sampang yang sudah menduga para penyusup itu adalah musuh-musuhnya yang ingin membalas dendam.

Betapa sedih dan menyesalnya Haryo Dipo setelah mengetahui bahwa ternyata gerombolan penyusup yang telah ia lumpuhkan dan kemudian dibunuh oleh Demang Sampang adalah ayah dan dua kakak laki-lakinya, serta beberapa pengikut setia keluarganya yang belasan tahun lalu pergi meninggalkan kademangan Wawar.

Dengan rasa penyesalan yang begitu dalam, Haryo Dipo berucap, “Demang Sampang, kamu telah menghabisi nyawa ayahku, saudaraku, dan pengikut-pengikut setia keluargaku. Aku bersumpah, semua rakyat Kademangan Wawar dan keturunanya tidak akan menikah dengan rakyat Kademangan Sampang.

Sejak saat itu hingga kini, sumpah Haryo Dipo terus turun-temurun dari mulut ke mulut rakyat Kademangan Sampang dan Kademangan Wawar. Dan, jika ada yang memaksakan melanggar sumpah itu, entah kebetulan atau karena tuah sumpah Haryo Dipo, maka akan terjadi hal buruk menimpa keluarga yang nekat berbesanan.
 



TEKS CERITA FIKSI RADEN ARYO DAMAR OLEH KELOMPOK SUHADA KELAS VII G

0 comments

 


ANGGOTA :

1. FAJAR WALBAROKAH

2. ANAS

3. YUSUF

4. SIGIT

5. DIKA

Raden Aryo Damar

            Aryo Damar,  putra dari Dewi Reksolani kini sudah remaja. Ia tumbuh menjadi pemuda yang tampan, gagah, dan digjaya. Semua itu berkat didikan dari ibundanya dan eyangnya, Joko Kumbari. Aryo Damar sudah memantapkan hati untuk pergi menemui ayahandanya. Setelah berpamitan pada ibundanya, ia pergi meninggalkan Padepokan Alas Antogo menempuh perjalanan ke arah timur menuju Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Prabu Brawijaya yang tidak lain adalah ayahandanya.

Tidak mudah bagi Ario Damar untuk bisa langsung bertemu dengan Prabu Brawijaya karena prajurit penjaga pintu gerbang istana tidak langsung mempercayainya.

“Prajurit, kalau kamu tidak percaya. Tolong tunjukkan sumping ini pada paduka. Setelah Paduka melihat sumping ini dan paduka tidak memperbolehkan aku untuk menghadap maka aku akan meninggalkan tempat ini,” kata Ario Damar pada prajurit penjaga pintu gerbang istana.

Benar kata Ario Damar, setelah prajurit menghadap Prabu Brawijaya dan menunjukkan sumping yang pernah sang Prabu berikan pada Dewi Rekso Lani saat pergi meninggalkan istana dalam keadaan hamil muda karena lingsem atau malu atas perkataan Prabu Brawijaya. Prajurit penjaga pintu gerbang istana itu kemudian meminta Ario Damar untuk menghadap langsung kepada paduka.

“Anak muda, siapa namamu?,” tanya Prabu Brawijaya dari singgasananya.

“Hamba Ario Damar putra Dewi Rekso Lani dari padepokan Alas Antogo,” jawab Ario Damar tegas, kemudian menundukkan pandangannya.

“Setelah kamu menunjukkan sumping ini, aku akui kamu sebagai putraku. Tetapi, untuk meyakinkanku bahwa kamu benar-benar putraku. Kamu harus memadamkan pemberontakan-pemberotakan yang terjadi di kerajaanku,” kata sang Prabu dengan berwibawa.

            “Dan, mulai saat ini kamu berhak memakai gelar raden di depan namamu,” ucap sang Prabu disaksikan segenap hadirin yang ada di paseban itu.

            “Terimakasih Sang Prabu, kalau begitu hari ini juga hamba mohon pamit untuk melaksanakan perintah paduka,” jawab Ario Damar hormat dan penuh rasa hormat.

 

VIDEO CERITA FIKSI KEGIGIHAN DEWI REKSOLANI KARYA KELOMPOK SLAYYY KELAS VII G

0 comments


 Tonton Videonya dengan Meng-Klik Emoji Smiling Face White Halo ini! 😇

TEKS CERITA FIKSI DEWI REKSOLANI KARYA KELOMPOK FISA LITAN KELAS VII G

0 comments



Anggota Kelompok : 

1. Intan Dwi Anggraini

2. Janatul Nggaliyah

3. Maisa Setia. M

4. Maheswari Fitria. A

 

                                                  KEGIGIHAN DEWI REKSOLANI               

Pada suatu hari di Kerajaan Pajajaran di tanah Pasundan ada seorang anak gadis yang sedang berpamitan kepada ayahandanya, yaitu Prabu Siliwangi.

“Ayah, aku mohon doa restumu, besok aku ingin pergi mengembara dan mencari banyak ilmu,” ucap Dewi Reksolani.

“Ayah izinkan kamu, semoga kamu menjadi seorang yang besar dan berguna bagi negeri. Kamu akan ditemani oleh Paman Joko Kumbari,” jawab Prabu Siliwangi

“Terimakasih Ayahanda,”

Tibalah hari dimana Dewi Reksolani ditemani Paman Joko Kumbari pergi mengembara ke daerah timur. Ia bernyanyi dengan riang.

Mendaki gunung

Lewati lembah

Sungai mengalir indah

Ke samudra

Bersama paman

Bertualang

Saat perjalanan panjang, Dewi Reksolani memutuskan untuk berhenti dan membuat padepokan di Alas Antogo.

Dari balik rimbunnya pepohonan terdengar suara tawa yang keras.

“Ha ha ha, ha ha ha, wahai gadis cantik, akulah penguasa Alas Antogo, serahkan barang berhargamu kalau tidak hal buruk akan menimpamu,” ancam sang perampok.

Pikir pimpinan grombolan perampok itu, Dewi Reksolani akan menyerahkan barang berharganya, tapi Dewi Reksolani dan Paman Joko Kumbari malah melawan perampok itu dengan berani.

“Hiat, hiat, hiat”

“Hiat, hiat, hiat”

“Hiat, hiat, hiat”

Dewi Reksolani dan Paman Joko Kumbari akhirnya berhasil mengalahkan para perampok penguasa Alas Antogo itu. Namun,  tiba-tiba Paman Joko Kumbari terdiam sepertinya ia sedang memikirkan sesuatu. Dewi Reksolani pun bertanya.

“Paman kenapa Engkau terdiam?”

“Paman khawatir dengan keselamatanmu, apa sebaiknya kita pulang saja. Sepertinya Alas Antogo berbahaya bagi anak gadis sepertimu.”

“Terimaksih Paman, tapi tekadku sudah bulat. Ada keyakinan dalam diri, Alas Antogo ini tempat yang tepat untuk kita singgahi.”

“Baiklah jika itu sudah menjadi tekadmu. Paman akan selalu mendukung dan menjagamu sekuat tenaga. Semoga padepokan yang akan kita bangun dapat berguna bagi sesama,” kata Paman Joko Kumbari.

Berhenti Paman Joko kumbari berkata, tiba-tiba terjadi guncangan hebat. Tanah yang mereka pijak bergetar dan pepohonan bergoyang.

“Paman apa yang terjadi?” tanya Dewi Reksolani.

“Sepertinya ini gempa bumi,” jawab Paman Joko Kumabri.

Pada saat terjadi guncangan dahsyat itu, munculah benda pusaka.

“Benda apa ini paman?” tanya Dewi Reksolani.

Paman Jaka Kumbari mengetahuinya dan tersenyum.

“Ini adalah pusaka Cluntang yang berisi kutu-kutu walang antogo. kita bisa menggunakannya untuk membasmi kejahatan,” jawab Paman Joko Kumbari.

“Sungguh hamba bersyukur kepada Yang Maha Kuasa, semoga perintah ayahanda Prabu Siliwangi dapat aku laksanakan dengan baik.”

Alas Antogo yang dulunya angker sekarang telah ditempati oleh Dewi Reksolani dan Paman Joko Kumabri. Padepokan yang mereka bangun sekarang telah ramai oleh orang yang ingin menimba ilmu dan belajar beladiri.

Demikian kisah dari Dewi Reksolani. Jadilah kalian anak yang gigih dan pemberani seperti Dewi Reksolani.

TEKS CERITA FIKSI MBAH LANCING KARYA KELOMPOK LOVELY LADIES KELAS VII G

0 comments

 

 ANGGOTA:

1. APRILLIA KHARISMAWATI

2. EKA SISWI PRAWESTI

3. DAYANA BATRISYA. K.D

 

Mbah Lancing

Mbah Lancing adalah putra dari Mbah Keti Joyo. Mbah Lancing memiliki nama asli Abullah Iman yang disebut Kyai Baji bin Dipodrono bin Keti Joyo.

Lancing artinya kain pengikat kepala. Semasa hidup, Kyai Baji gemar menggunkan ikat kepala saat pergi kemana-mana.

"Aku akan mengabdikan hidupku untuk menyebarkan agama Islam di wilayah ini," ucap Mbah Lancing atau Kyai Baji berbicara dengan ayahnya Mbah Keti Joyo.

      Dengan mendapatkan restu dari Ayahnya, Mbah Lancing memulai penyebaran Islam di pesisir selatan tanah Jawa.

"Ayo, kita kembangkan penyebaran agama Islam di wilayah ini", ucap Mbah Lancing kepada sahabatnya Mbah Kyai Marwi.

"Ayo, kita pergi ke desa-desa yang ada di sepajang pesisir pantai selatan tanah Jawa ini. Kamu ke arah barat aku ke arah timur," jawab Mbah Lancing.

      Bersama Mbah Kyai Marwi, Mbah Lancing merintis pemukiman di Desa Tlogo Mirit, Kebumen.

      Sepanjang hidupnya dihabiskan untuk penyebaran agama Islam dengan ciri khas kain batik saat pergi ke mana pun sehingga orang-orang kemudian memanggilnya dengan sebutan Mbah Lancing.

      Setelah sepuh dan tidak bisa melakukan aktivitas dakwah, Mbah Lancing pulang ke rumah orang tuanya. Tidak lama kemudian Mbah Lancing wafat. Mbah Lancing dimakamkan di Desa Mirit, di komplek pemakaman Wonoyudo-1.

       Pusara Mbah Lancing memiliki keunikan, yaitu berupa tumpukan jarit atau kain batik di atas makamny. Semua itu dilakukan oleh para peziarah untuk memberi penghormatan atas jasa-jasanya menyebarkan agama Islam di wilayah Urut Sewu.

 

 
. © 2016 Design by Manisum | Sponsored by bkktkm - bkktkm - bkktkm