468x60 Ads



Kisah Seorang Anak yang Berbakti Kepada Orang Tua. Retno Atpriyani. Kelas IX A

Berkah Memuliakan Ibu | Republika Online

Kisah Seorang Anak yang Berbakti Kepada Orang Tua

Pada suatu hari saat aku sedang bertugas di sebuah klinik didalam rumah sakit ditempat kota ku tinggal, datanglah pasien yang merupakan seorang wanita yang sudah lanjut usia bersama anak lelakinya yang berumur sekitar 30 tahun itu kedalam klinik tempatku bertugas. Saat saya memperhatikan pasien beserta anak lelakinya tersebut, saya melihat bahwa si anak lelakinya ini memberikan perhatian yang ekstra kepada ibunya ini. Ia memegang tangan ibunya, kemudian ia merapihkan pakaian ibunya dan memberikan ibunya makan serta minum.

Setelah saya berbincang bersama anaknya mengenai  masalah kesehatan ibunya dan saya pun meminta ibunya untuk diperiksa. Setelah di periksa, aku bertanya kepada anak lelakinya mengenaik kondisi akal si ibu yang menurutku agak terlihat dan terasa janggal. Setelah saya bertanya, anak lelakinya itu pun menjawab, “Dia adalah ibuku, dok. Ibuku memiliki penyakit keterbelakangan mental sejak aku dilahirkan.” Ketika mendengar hal tersebut, rasa ingin tahuku pun semakin bertambah. Akupun kembali menanyakan beberapa hal kepada anak lelakinya itu, “Lalu, siapa yang merawatnya selama ini?” Dan anaknya itu langsung menjawab, “Aku yang merawatnya dokter.”

Mendengar hal tersebut aku merasa takjub dan juga terkejut, melihat seorang anak yang sangat berbakti kepada orangtua. Aku pun kembali mengajukan pertanyaan kepada anak itu, “Dan selama ini, siapakah yang memandikan dan mencuci pakaian ibumu?” Kemudian pemuda tersebut pun menjawab, “Aku menyuruh ibuku masuk ke kamar mandi untuk mandi sendiri. Aku menunggunya di luar pintu kamar mandi hingga ibuku selesai mandi. Setelah ia selesai mandi, aku memberikannya baju untuk dipakai. Pakaian kotor bekas ibuku pakai kemudia aku kumpulkan dan aku masukkan kedalam mesin cuci untukku cuci. Aku membelikan pakaian yang ibu butuhkan.”

Setelah mendengar semua itu akupun akhirnya menanyakan hal – hal lainnya lebih dalam tentang ibunya itu, “Mengapa kamu tidak mencarikan pembantu yang bisa mengurus ibumu?” Anaknya tersebut lalu menjawab, “Tidak dokter, pembantu tidak pernah memperhatikannya dengan baik. pembantu juga tidak bisa benar – benar memahaminya. Aku merasa khawatir dengan ibu, jadi aku memutuskan supaya aku yang merawat ibuku langsung. Karena ibuku itu seperti anak kecil. Ia tidak bisa melakukan hal – hal yang biasa dilakukan oleh orang dewasa normal lainnya. Dan akulah yang sangat memahami dan mengerti ibuku. Karena aku sudah mengurus ibuku hampir 20tahun lamanya.”

Mendengar semua itu, rasanya tenggorokan ku sakit. Tak kuat aku menahan haru mendengar kisah dan perlakuannya kepada ibunya itu. Sungguh benar – benar anak yang berbakti kepada orangtua. Akupun kembali mengajukan pertanyaan kepada anaknya itu, “Apakah sekarang kamu sudah menikah?”, “Alhamdulillah dok, saya telah menikah dan juga memiliki dua orang anak” jawabnya kepada ku. Aku pun bertanya lagi, “Berarti selama ini, istrimu juga membantu mu untuk mengurus ibu mu?” Lalu anak itu menjawab, “Iya dok, istriku membantu ku semampunya karena aku juga tidak ingin memaksakannya. Istriku yang memasak dan menyuapi ibu ku untuk makan. Ibuku sangat menyukai masakan istriku, dan ibuku juga sangat senang disuapi oleh istriku. Aku juga telah mendatangkan pembantu untuk membantu pekerjaan lain yang seharusnya istriku lakukan. Namun, aku selalu berusaha supaya aku bisa makan bersama dengan ibuku. Karena aku harus memperhatikan kadar gula yang ibuku makan. Karena, sudah dari dulu ibuku mengidap penyakit Diabetes. Oleh karena itu aku harus selalu memperhatikannya agar ibuku tetap sehat. Aku selalu bersyukur kepada Allah SWT karena aku dikelilingi oleh orang – orang yang menyayangiku dan juga ibuku. Allah SWT memang sangat baik.”

Mendengar semua itu aku semakin takjub dengan anak yang berbakti kepada orangtua ini beserta dengan istrinya. Saat aku memandang ke arah si ibu, aku tak sengaja melihat betapa rapih dan bersihnya kuku si ibu ini. Saat itu aku bertanya kembali kepada si anak, “Lalu siapakah yang memtong kuku ibumu ini? Aku melihat kukunya sangat rapih bersih dan terawat.” Kemudian si anak menjawab, “Aku dokter. Aku melakukannya karena ibuku tidak bisa melakukan apa – apa. Hanya itu yang bisa ku lakukan untuk membuat kukunya bersih.”

Saat kami sedang mengobrol, tiba – tiba sang ibu memandang ke arah anaknya itu dan bertanya kepada anaknya, “Kapan engkau akan membelikan aku kentang? Aku sangat ingin makan ketang. Aku lapar.” Tanya ibu tersebut kepada anaknya. Dan anaknya pun segera menjawab permintaan ibunya itu, “Tenanglah ibu, setelah semua ini selesai kita akan pergi ketempat makanan yang menjual kentang yang ibu inginkan. Ibu jangankhawatir, ya? Aku pasti akan membelikan ibu kentang.” Setelah mendengar hal tersebut ibunya pun terlihat kegirangan bahagia sambil melompat – lompat. Setelah itu, si anak menatap ku dan berkata kepadaku, “Dok, demi Allah… Saat aku melihat ibuku bahagia seperti itu aku sangat bahagia sekali. Bahagianya melebihi ketika aku melihat anak – anakku bahagia. Ibuku adalah orang paling berharga yang melahirkan ku kedunia ini dengan mempertaruhkan nyawanya.”

Akupun merasa iba dan tersentuh mendengar perkataan dari si anak yang berbakti kepada orangtua tersebut. Rasa tangis yang ku tahan ini adalas tangis haruku melihat mereka dan anaknya yang penuh kasih dan sayang itu. Setelah itu, aku pun kembali melihat –lihat berkas rekam medis ibunya tersebut memastikan bahwa semua nya telah aku tuliskan dengan lengkap. Rasa penasaranku pun kembali datang. Aku bertanya lagi kepada anak itu, “Apakah kamu memiliki kakak atau adik?”, “Tidak. Aku tidak memiliki kakak maupun adik, aku adalah putra semata wayang. Ibu ku diceraikan ayahku sebulan setelah mereka menikah. Hingga sekarang akupun tidak tahu siapa ayahku yang sebenarnya.” “Jadi selama ini kamu di rawat oleh ayahmu?”, tanyaku lagi kepadanya. Ia pun menjawab, “Tidak. Selama ini aku dirawat oleh nenekku. Dan nenekku juga yang merawat ibuku ketika aku masih kecil dulu. Namun nenek telah meninggal. Tapi aku yakin Allah SWT telah bersaama nenek di surga, karena kebaikan nenek yang tak terhingga. Nenek meninggal saat usiaku 10 tahun.”

Dan ketikaaku bertanya apakah ibunya merawatnya ketika ia sakit, iapun menjawabt tidak. Karena memang ibunya benar – benar tidak bisa melakukan dan tidak mengerti apapun. Setelah itu, aku menulis resep obat untuk ibunya itu. akupun menjelaskan tentang obat dan cara penggunaan obat tersebut. Setelah aku selesai menjelaskan semuanya, si anak tadi kemudian memegang tangan ibunya tersebut sambil tersenyum dan berkata kepadanya, “Mari ibu, sekarang kita sudah selesai. Ayo kita pergi untuk membeli kentang yang ibu inginkan itu. Terimakasih juga aku ucapkan karena ibu telah mau sabar menunggu.” Namun tak diduga ibunya malah menjawab seperti ini, “Tidaaakk.. Aku sudah tidak menginginkan kentang. Sekarang aku inginnya pergi ke Mekkah. Ayo kita ke Mekkah”. Akupun heran dengan jawaban ibunya itu, dan aku bertanya kepada ibunya itu, “Mengapa ibu ingin pergi ke Mekkah? Apa yang membuat ibu ingin pergi kesana?” Lalu ibunya itupun menjawab pertanyaanku dengan riang gembira, “Supaya aku bisa terbang di udara. Supaya aku bisa menaiki pesawat. Aku ingin naik pesawat. Ayo kita pergi ke Mekkah.” Mendengar hal tersebut, akupun kembali bertanya kepada anaknya itu, “Apakah kamu benar – benar akan membawa ibumu ke Mekkah?” Lalu anaknya itupun menjawab, “Iya, tentu saja aku akan membawanya. Aku akan mengusahakannya supaya ibuku bisa pergi kesana akhir bulan ini.”

Akupun mengatakan bahwa sebenarnya dalam agama tidak ada kewajiban umrah bagi ibuya dan aku bertanya mengapa ia tetap akan membawa ibunya tersebut untuk umrah. Anaknya itupun menjawab pernyataan dan pertanyaanku sambil tersenyum, “Memang tidak diwajibkan. Namun mungkin kebahagiaan yang aku rasakan ketika aku membawa ibuku pergi ke Mekkah merupakan kebahagiaan yang luar biasa bagi hidupku. Dan mungkin itu juga akan membuat pahala ku lebih besar daripada aku umrah dengan tidak membawa ibuku bersama ku.” Setelah menjawab pertanyaan terkahir dari ku anak itu pun berterimakasih kepadaku dan kemudian ia bersama ibunya bergegas meninggalkan klinik tempat ku praktik. Setelah itu, aku meminta kepada perawatku untuk meninggalkan ku sendiri diruangan dengan alasan karena aku lelah dan aku ingin beristirahat. Namun sebenarnya itu hanyalah alasanku saja, karena aku tak ingin perawat melihatku menangis. Perawat pun akhirnya meninggalkan ku sendiri diruangan. Saat perawat itu pergi, tak kuasa aku menahan airmata ku. Ketika itu pipiku terasa basah di banjiri oleh air mata haruku melihat seorang anak yang sungguh – sungguh berbakti kepada orangtua itu. Akupun menangis sejadi  – jadinya aku mengeluarkan seluruh perasaan yang ku rasakan didalam hatiku ini. Aku pun berkata kepada diriku sendiri, “Begitu berbakti kepada orangtua anak itu. Ia sangat berbakti kepada ibunya, ibunya yang tidak pernah sepenuhnya menjadi ibu yang sesungguhnya seperti ibu – ibu normal lainnya. Namun kasih sayang yang dimiliki aka itu untuk ibunya sungguh tidak terbatas. Sungguh benar – benar anak yang sangat berbakti kepada orangtua. Semoga Allah SWT selalu memberikan anak yang berbakti kepada orangtua tersebut kesehatan, rezeki, serta kebahagiaan agar anak yang berbakti kepada orang tua tersebut bisa memberikan semua yang ia miliki kepada ibunya itu.”

Ibunya yang mengandung dan melihairkan anak itu, namun tak pernah sekalipun ibunya itu merawatnya, menggendongnya dengan enuh kasih sayang, mengurusnya ketika ia sakit, mengajarinya membaca menuulis, berjalan, menghitung, berbicara, dan tidak pernah melakukan hal yang seharusnya seorang ibu lakukan kepada anaknya. Namun anaknya itu adalah sebuah anugrah yang paling berharga yang ibu nya lahir kan kedunia ini. Pemberian luar biasa dari Allah SWT kepada sang ibu yang memiliki keterbelakangan mental seperti itu.

0 comments:

Post a Comment

 
. © 2016 Design by Manisum | Sponsored by bkktkm - bkktkm - bkktkm