468x60 Ads



TEKS CERITA FIKSI TUAH SUMPAH HARYO DIPO KARYA RISTANTI DAN RAYA KELAS VII G

 

Tuah Sumpah Haryo Dipo

         Sejak kecil, Haryo Dipo diasuh oleh kakak dari ibunya yang diperistri oleh Demang Kutowinangun. Ayah, ibu, dua kakak laki-laki, dan tiga kakak perempuannya serta beberapa pengikut setia keluarga mereka pergi ke tempat yang jauh meninggalkan Kademangan Wawar usai tragedi berdarah yang disebabkan ditolaknya lamaran Sosro Sujono, putra Demang Sampang yang ingin meminang Dewi Sulastri, putri pertama Demang Wawar.  

 Sosro Sujono, putra Demang Sampang marah karena lamarannya ditolak. Ia berkata-kata kasar pada Demang Wawar dan keluarganya. Tidak terima keluarganya dihina, kakak laki-laki Haryo Dipo menantang Sosro Sujono untuk bertarung. Terjadilah pertarungan yang tidak seimbang. Sosro Sujono seorang diri bertarung melawan dua kakak laki-laki Haryo Dipo. Sosro Sujono tidak mau menyerah meskipun sudah terluka parah, ia terus melawan hingga akhirnya mati dengan tragis.

Mendengar kabar kematian putranya, Demang Sampang meminta bantuan saudara tuanya Demang Singoyudo untuk menyerang Kademangan Wawar dan mengambil jenazah putranya yang masih tergeletak di halaman Kademangan Wawar. Demang Sampang dan Demang Singoyudo bersama para pengikutnya berangkat untuk menyerang Kademangan Wawar. Mengetahui kekuatan Kademangan Wawar tidak mampu untuk menandingi serangan Demang Sampang dan Demang Singoyudo, Demang Wawar dan keluarganya memutuskan untuk pergi jauh meninggalkan Kademangan Wawar. Kecewa menadapati Demang Wawar dan keluarganya sudah tidak ada di rumah. Demang Sampang memerintahkan pengikutnya untuk membakar habis rumah Demang Wawar.

Sudah belasan tahun peristiwa itu berlalu. Kini, Haryo Dipo telah menjelma menjadi pemuda yang memiliki wajah tampan dengan kulit putih dan bermata tajam. Ia cerdas dan tangkas karena telah dididik dengan baik oleh keluarga Demang Kutowinangun. Setelah dianggap cukup dewasa, Demang Kutowinangun mengizinkan Haryo Dipo untuk kembali  membangun Kademangan Wawar.

Haryo Dipo kembali ke Kademangan Wawar dan tinggal di bekas rumah orang tuanya yang dulu dibakar habis oleh Demang Sampang sewaktu ia masih kecil dalam pengasuhan Demang Kutowinangun. Rakyat di Kademangan Wawar merasa gembira atas kehadiran Haryo Dipo, penerus pemimpin Kademangan Wawar.

Pada suatu hari, saat Haryo Dipo sedang berjalan menyusuri jalan setapak menuju ke sungai Wawar. Sungai yang melintasi Kademangan Wawar dan Kademangan Sampang, ia merasa ada orang yang mengikutinya.

"Hei siapa di situ?" teriak Haryo Dipo sambil berjalan ke arah yang ia curigai. Namun, tak ada satu orang pun di sana. Tapi, ia tetap merasa yakin bahwa tadi ada seseorang yang mengikutinya. Haryo Dipo  pun lebih waspada, berjaga-jaga jika ada orang yang bermaksud jahat padanya. Ia terus berjalan menelusuri jalan setapak itu hingga tiba-tiba ia mendengar teriakan seorang gadis.

"Aaaaaa, tolong...!" suara jeritan gadis itu.

Haryo Dipo yang mendengar teriakan bergegas berlari ke arah suara jeritan itu. Benar saja, di jalan setapak itu ada seorang gadis cantik mengenakan kebaya dan kain jarit sedang terjongkok lemas sambil menunjuk ke arah pohon besar di depannya. Ternyata ada seekor ular besar bertengger di dahan pohon randu alas. Dengan keberaniannya Haryo Dipo langsung mengambil ular itu dengan tangan kosong dan membungnya ke tempat yang jauh. Gadis yang tadi ketakutan perlahan hilang rasa takutnya. Ia merasa takjub pada keberanian Haryo Dipo. Ular itu terlihat tunduk dan menurut kepada haryo Dipo. Gadis cantik yang bernama Roro Suyatmi itu pun mengucapkan terimakasih.

Setelah kejadian itu, Haryo Dipo dan Roro Suyatmi menjadi saling mengenal dan lama-lama akrab serta sering bertemu di bawah pohon randu alas yang ada di tepi jalan setapak menuju ke sungai Wawar. Dari keakraban dan kebersamaan mereka membuat mereka saling suka. Ayah Roro Suyatmi murka mengetahui putrinya menyukai Haryo Dipo. Ia memerintahkan Roro Suyatmi untuk menjauhi Haryo Dipo dan tidak boleh ada hubungan apapun diantara keduanya.

Roro Suyatmi menjadi sangat sedih karena dilarang bertemu dengan Haryo Dipo. Ia pun hanya bisa pergi ke halaman kademangan untuk menenangkan diri dengan duduk di bawah pohon manggis. Tiba-tiba ada seseorang yang menariknya dari belakang. Mulutnya dibekap oleh orang tersebut. Beruntung sebelum benar-benar dibawa lari oleh orang misterius itu, Roro Suyatmi sempat berteriak minta tolong.

"Aaaa, tolong-tolong!!" jerit Roro Suyatmi yang akhirnya pingsan di tangan orang misterius itu.

Haryo Dipo yang kebetulan sedang berada tidak jauh dari tempat itu mendengar suara jeritan Roro Suyatmi, ia langsung berlari mendekatinya. Ia marah melihat Roro Suyatmi yang sudah pingsan di tangan orang misterius itu. Dengan keberaniannya, Haryo Dipo menghadang orang itu. Ia tidak rela Roro Suyatmi disakiti.

Terjadilah pertarungan antara si penculik dengan Haryo Dipo. Tak berselang lama datanglah Demang Sampang dengan dikawal para pengikutnya. Mereka langsung membantu Haryo Dipo, dan si penculik pun berhasil dikalahkan. Roro Suyatmi pun dapat lepas dari genggaman orang itu. Sayang, penculik itu berhasil melarikan diri.

Setelah kejadian itu, Demang Sampang tidak lagi melarang hubungan Haryo Dipo dengan putrinya. Haryo Dipo sering menemui Roro Suyatmi di rumah Demang Sampang.  Suatu sore, saat matahari hampir tenggelam, dan Haryo Dipo hendak berpamitan untuk pulang, segerombolan orang tak dikenal mendatangi Kademangan Sampang. Para penjaga Kademangan Sampang tidak sanggup mengalahkan mereka. Grombolan orang tak dikenal itu hendak masuk ke rumah untuk mencelakai Roro Suyatmi dan Demang Sampang.

Sebelum mereka memasuki pintu, Haryo Dipo menghardik mereka.

“Langkahi dulu mayatku jika kalian ingin memasuki pintu itu.”

Grombolan penyusup itu pun marah, dan langsung menghunus senjata untuk menghabisi Haryo Dipo. Dengan gesit Haryo Dipo menghindari semua serangan mereka. Pukulan dan tendangan Haryo Dipo gantian mendarat telak di tubuh para penyusup itu. Sekali terkena pukulan dan tendangan Haryo Dipo, mereka langsung roboh kesakitan dan tak bisa bangkit lagi.

Demang Sampang keluar dari pendopo kademangan, kemudian menghunus keris dan menghunjamkan ke jantung para grombolan penyusup yang sudah terkapar tidak berdaya itu.

“Buka kain penutup muka mereka!” perintah Demang Sampang yang sudah menduga para penyusup itu adalah musuh-musuhnya yang ingin membalas dendam.

Betapa sedih dan menyesalnya Haryo Dipo setelah mengetahui bahwa ternyata gerombolan penyusup yang telah ia lumpuhkan dan kemudian dibunuh oleh Demang Sampang adalah ayah dan dua kakak laki-lakinya, serta beberapa pengikut setia keluarganya yang belasan tahun lalu pergi meninggalkan kademangan Wawar.

Dengan rasa penyesalan yang begitu dalam, Haryo Dipo berucap, “Demang Sampang, kamu telah menghabisi nyawa ayahku, saudaraku, dan pengikut-pengikut setia keluargaku. Aku bersumpah, semua rakyat Kademangan Wawar dan keturunanya tidak akan menikah dengan rakyat Kademangan Sampang.

Sejak saat itu hingga kini, sumpah Haryo Dipo terus turun-temurun dari mulut ke mulut rakyat Kademangan Sampang dan Kademangan Wawar. Dan, jika ada yang memaksakan melanggar sumpah itu, entah kebetulan atau karena tuah sumpah Haryo Dipo, maka akan terjadi hal buruk menimpa keluarga yang nekat berbesanan.
 



0 comments:

Post a Comment

 
. © 2016 Design by Manisum | Sponsored by bkktkm - bkktkm - bkktkm