468x60 Ads



Selendang Kinanti

Selendang Kinanti
Cerpen Karya : Adinia Ferlita Putri


Kinanti dan Nesa adalah dua bersahabat di kelas 8 SMP Puspa Bangsa. Keduanya cukup akrab karena mereka di kelas 7 juga sekelas. Di kelas 8 ini mereka duduk sebangku sehingga semakin akrab. Keduanya rajin, aktif dalam kegiatan dan juga sama-sama pintar. Perbedaannya, Kinanti berasal dari keluarga pegawai sederhana, sementara Nesa anak orang kaya. Nesa sangat baik terhadap Kinanti, dia suka membawakan makanan yang enak ke sekolah. Kadang juga Kinanti diajak bermain ke rumahnya sepulang sekolah. Kinanti mau kalau dia sudah minta izin pada ibunya.
            Pagi itu seperti biasa Kinanti berangkat pagi dan langsung menuju kelasnya. Hampir bersamaan Nesa juga datang dan terlihat gembira serta langsung menyapa Kinanti.
            “Hai, Ki, apa kabar kamu hari ini?”
            “Baik, bagaimana dengan kamu, hari ini tampak gembira,” jawab Kinanti. Nesa tertawa riang, dan bercerita penuh semangat.
            “Ayahku berjanji mau memberi hadiah ulang tahun handpone terbaru,” tawa Nesa melebar.
            Handpone-mu kan masih baru Nes, kalau tidak salah hadiah ultahmu setahun yang lalu,” ungkap Kinanti.
            “Sudah tertinggal zaman itu handpone Ki, yang aku minta lagi ini ram nya besar dan bisa untuk aplikasi apa saja,“ jawab Nesa.
            “O, begitu, syukurlah semoga bermanfaat untuk kamu Nes, bisa mendukung aktivitasmu,” ucap Kinanti.
            “O, ya jelaslah mendukung, aku akan memanfaatkan sebaik-baiknya fasilitas yang diberi ayahku ini,” jawab Nesa lagi penuh semangat. Nesa diam sebentar kemudian melanjutkan ucapannya.
            “Tapi ngomong-ngomong bukannya kamu juga sebentar lagi ultah Ki, kita kan cuma beda 5 hari tanggal lahirnya,“ kata Nesa.
            “Iya betul,“ jawab Kinanti datar.
            “Terus apa hadiah ultah dari ayahmu, ayo cerita dong,“ kejar Nesa.
            Bel tanda masuk berbunyi, Nesa dan Kinanti merapikan duduknya.
            “Ya tidak tahulah Nes, eh sudah bel masuk, ayo siap-siap pelajaran Bahasa Indonesia,“ kata Kinanti memotong pembicaraan dan bersiap mengikuti pelajaran jam pertama. Keduanya lantas tekun mengikuti pelajaran demi pelajaran seperti biasa.
            Di hari ulang tahunnya, sepulang sekolah Nesa mengajak Kinanti ke rumahnya. Berdua masing-masing mengayuh sepeda menuju rumah Nesa. Sesampai di rumah Nesa, Kinanti segera dipameri sebuah handpone baru branded dengan seri terbaru. Kinanti berdecak kagum dan ikut merasakan kegembiraan Nesa. Betapa tidak gembira, dengan handpone baru ini Nesa bisa melakukan apa saja kegiatannya. Bahkan Nesa bisa melihat dunia seluas-luasnya hanya melalui genggamannya. Kinanti tentunya juga sangat menginginkan hadiah ulang tahun seperti itu dari ayahnya. Namun itu sesuatu yang tidak mungkin mengingat ayahnya hanyalah seorang pegawai biasa. Kinanti hanya berharap seperti biasa dibuatkan nasi kuning dan berdoa bersama ayah, ibu dan kakaknya. Nasi kuning yang dibuat ibu juga dibagikan ke tetangga dekat.
            Lima hari berselang, sore itu Kinanti dibuatkan nasi kuning dan sebagian sudah dibagikan ke tetangga. Setelah shalat maghrib ayah, ibu, Kak Arman dan Kinanti berkumpul di ruang keluarga. Nasi kuning diletakkan di meja dan mereka berdoa bersama untuk keselamatan Kinanti dan juga seluruh keluarga. Selesai berdoa, nasi kuning dibagi oleh ibu dan pertama kalinya diberikan kepada Kinanti. Berikutnya mereka makan bersama-sama, dan itu sudah sangat membahagiakan Kinanti. Selesai makan, ibu tidak buru-buru membereskan meja tetapi duduk diam seperti ada yang ditunggu.
            “Ayo, Ayah, mana hadiah yang disiapkan untuk Kinanti,” kata Ibu kepada Ayah sambil mengedip-ngedipkan mata.“Ada yang tidak sabar menunggu nih.”
            “Ibu kali yang tidak sabar menunggu, memangnya ada hadiah untuk Kinanti ?” tanya Kinanti dengan mata berbinar.
            “Ada dong, bagi-bagi lho,” ledek Kak Arman.
            “Yee…..sukanya begitu Kakak,” sahut Kinanti merengut.
            Ayah mengambil bungkusan kado dari kamar dan menyerahkannya kepada Kinanti. Disusul kemudian Ibu dan Kak Arman memberi kado yang terbungkus indah. Kinanti merasa terharu dan sangat berbahagia. Dipeluknya Ayah, Ibu dan Kak Arman bergantian sambil mengucapkan terimakasih. Kinanti tak sabar untuk membuka hadiah dari ayah, ibu dan kakaknya. Hadiah dari ayah sebuah selendang tari warna kuning yang indah. Hadiah dari ibu boneka beruang putih yang lucu, sedangkan dari Kak Arman sebungkus coklat lezat.
            “Ayah ingin kamu bisa memanfaatkan selendang itu dengan sebaik-baiknya. Ayah tahu kamu sedang giat berlatih karena  dikirim lomba tari tingkat kabupaten oleh sekolahmu. Semoga kau berhasil, nak, rajinlah berlatih jangan pernah merasa lelah sebelum selesai perjuangan,” kata Ayah sambil menepuk-nepuk Kinanti. Ibu dan kakak tersenyum bangga memberi semangat Kinanti
            “Iya, Ayah, aku akan giat berlatih,” jawab Kinanti.
            Sejak itu Kinanti semakin giat berlatih mempersiapkan lomba Festival Seni tingkat kabupaten. Ibu guru pembimbingnya bangga dengan semangat juara Kinanti. Kinanti ingin menunjukkan bahwa dia bisa. Tanpa mengurangi aktivitas belajarnya, setiap sore dia pergi berlatih tari pada gurunya. Dia rela menolak ajakan Nesa bermain game di rumahnya dengan handphone barunya.
            Persiapan latihan yang dilakukan Kinanti sangat membanggakan. Hampir tidak ada waktu istirahat dari sepulang sekolah dilanjutkan latihan tari sore hari. Sebaliknya Nesa semakin sibuk dengan handphone barunya di rumah. Biasanya Nesa sehabis pulang sekolah mengajak teman-temannya belajar kelompok di sekolah. Sekarang dia akan buru-buru pulang dan bermain game dengan handphone barunya.
            Minggu ini tes penilaian tengah semester, Kinanti fokus pada kegiatan tesnya. Dan setelah tes berakhir dan hasilnya dibagikan, Kinanti bersyukur karena hasilnya ada peningkatan meskipun sibuk berlatih tari.. Sebaliknya Nesa, dia tampak murung karena hasil tesnya kali ini sangat mengecewakan dan Nesa tampak menyesali nilainya.
            “Tidak usah bersedih, Nesa. Yang penting setelah ini kamu lebih giat lagi belajar supaya hasil nilai raportmu tetap bagus,” hibur Kinanti pada Nesa.
            “Terimakasih, Kinan, kamu memang sahabatku yang paling baik. Aku menyesal dengan nilai-nilai tesku, tapi aku berjanji setelah ini akan giat lagi belajar. Aku tidak akan lagi terpedaya dengan adanya handphone baruku. Justru akan kumanfaatkan handphone-ku dengan sebaik-baiknya. Akan kumanfaatkan untuk kepentingan belajarku dan kegiatan-kegiatanku,” ucap Nesa berjanji pada dirinya sendiri.
            “Baguslah kalau begitu Nesa, mari kita berlomba untuk berprestasi lebih baik. Besok aku akan minta izin ibu guru supaya kamu boleh merekamku ketika lomba tari. Aku bisa minta tolong kamu merekam pakai handpone barumu kan?” kata Kinanti sambil mengedipkan mata ke arah Nesa.
            “Oh, tentu saja kalau ibu guru mengizinkan aku akan sangat senang. Aku akan menemanimu ke tempat lomba dan merekammu,” jawab Nesa.
            Saat lomba tiba, Kinanti berangkat dengan ibu guru pembimbing dan juga Nesa yang ikut khusus untuk merekam tariannya nanti. Kinanti sangat cantik dengan kostum tari Gambyongnya lengkap dengan selendang kuning hadiah ayah. Dengan memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa dia mengeluarkan segenap kemampuan menarinya. Pikirannya terpusat pada gending-gending Jawa yang dimainkan pengiringnya. Tari klasik Jawa Tengah yang biasa untuk menyambut tamu Keraton Surakarta itu tampak indah dalam gerakan Kinanti. Dan Kinanti dapat menyelesaikan tarian Gambyongnya dengan sempurna. Tepuk tangan gemuruh dari penonton mengiringi langkah kaki Kinanti meninggalkan panggung. Dan ketika lomba selesai diumumkan, juara 1 diraih oleh Kinanti. Dia berhak membawa pulang piala kejuaraan dan piagam serta maju lomba tingkat provinsi.
            Ayah, ibu dan Kak Arman sangat gembira dengan keberhasilan Kinanti. Demikian juga bapak ibu guru dan teman-temannya ikut merasakan kegembiraan Kinanti. Selanjutnya Kinanti lebih serius berlatih untuk lomba di tingkat provinsi. Kepala sekolah telah menyiapkan seorang pembimbing profesional dari sanggar tari ternama untuk mendampingi ibu guru pembimbingnya. Perjalanan masih panjang untuk Kinanti supaya berjuang lebih keras lagi. Kinanti ingin mewujudkan mimpinya menjadi penari ternama yang dapat dibanggakan keluarganya. Dia ingin selendang hadiah ayahnya bisa mengantarkannya kepada mimpinya. Dia terus berlatih hingga kemudian dia juga meraih juara tingkat provinsi.
            Sementara itu Nesa mengolah hasil rekaman tarian Kinanti dan meng-upload-nya di Youtube. Dan sungguh luar biasa respon para netizen, banyak like dari para viewer. Beberapa diantaranya orang Eropa yang kemudian menurut Nesa akan berwisata dengan rombongan ke Bali dan Jogjakarta. Setelah itu terjalin komunikasi dengan orang Eropa itu, yang tepatnya orang Belanda. Menurut Nesa, mereka ingin mengontrak tarian Gambyong Kinanti sebagai salah satu kunjungan wisatanya. Sungguh sesuatu yang sangat luar biasa bagi Kiananti dan juga Nesa. Hanya dengan genggaman tangan tarian Gambong Kinanti dapat terakses menjangkau dunia luas. Tidak hanya itu, dari dalam negeri pun ada tawaran-tawaran pentas datang dari beberapa viewer.
            Nesa menjadi sibuk mengelola tawaran-tawaran pentas Kinanti. Dia langsung seolah-olah menjadi manajer pementasan Kinanti. Kinanti sendiri tengah sibuk mempersiapkan lomba tingkat nasional yang dilaksanakan beberapa hari lagi. Dan meskipun akhirnya Kinanti hanya masuk 6 besar di tingkat nasional, di sisi lain namanya  sudah mempunyai akses di dunia yang lebih luas. Kinanti dengan tari Gambyong dan selendang kuningnya telah mampu menggenggam dunia.

0 comments:

Post a Comment

 
. © 2016 Design by Manisum | Sponsored by bkktkm - bkktkm - bkktkm