468x60 Ads



Saat Bahagia Datang

Lolos Passing Grade SKD CPNS 2019 Tak Otomatis Bisa Ikut SKB, Ini ...



Saat Bahagia Datang
Cerpen Karya : Aris Margono


Hawa dingin di musim kemarau membuat orang-orang menjadi malas untuk beranjak dari balik selimutnya. Namun, tidak begitu bagi Pak Budi. Sudah sekitar satu jam yang lalu, sebelum azan subuh berkumandang, ia sudah duduk serius membaca tulisan demi tulisan pada lembar-lembar kertas yang ada di hadapannya. Belakangan ini ia memang sedang giat belajar. Seperti halnya di pagi yang dingin itu.
“Bu, bangun! kata Pak Budi sambil tangannya menyentuh lengan istrinya yang terlihat masih tidur pulas di samping kedua anaknya.
“Sudah subuh Mas?” tanya Bu Indri seraya bangun dari tidurnya. Rambutnya yang tampak acak disisirnya dengan jemari tangan dan bergegas menuju kamar mandi.
            Tidak lama kemudian mereka sudah terlihat menunaikan shalat subuh berjamaah. Setelah mengucapkan kalimat salam, Bu Indri mencium tangan suaminya dengan penuh hormat.
“Mas, nanti berangkatnya lebih awal saja, agar bisa istirahat dulu di sana!” ucapnya kemudian.
“Rencana Mas juga begitu Bu,” jawab Pak Budi.
“Ini kesempatanku yang terakhir mengikuti ujian seleksi CPNS, tiga bulan lagi usiaku genap 35 tahun,” lanjutnya.
“Mas, bagaimana kalau nanti sebelum berangkat kita menemui ibumu untuk meminta doa restu agar Mas lulus ujian dan diterima jadi PNS.”
“Iya Bu, Mas ingin sekali melihat ibu bangga dan kamu serta anak-anak lebih bahagia lagi,”  ucapanya penuh harapan.
Ditatapnya wajah istrinya itu dengan kasih yang begitu dalam.
            Sepuluh tahun tahun hidup bergantung dari jerih payah suaminya sebagai guru honorer dengan kondisi keuangan yang serba pas-pasan tidak membuat Bu Indri menyesali keadaan. Bahkan ia dan Pak Budi selalu bersyukur atas rizki dan nikmat yang telah mereka terima selama ini. Dengan jeli diaturnya uang pemberian suaminya agar cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Meskipun hanya pas-pasan tetapi ia selalu berusaha menyisahkan sedikit untuk ditabung.
            Matahari sudah condong ke arah barat. Namun, teriknya masih cukup terasa. Pak Budi baru tiba di rumah.
“Mas, motornya langsung dimasukan saja, Mas kan capek,” sambut istrinya. Dimintanya tas yang ada di tangan suaminya lalu dibawahnya masuk.
“Mas, bekalnya kok tidak dimakan?” tanya Bu Indri ketika tahu bekal yang tadi pagi ia siapkan untuk makan siang suaminya masih utuh.
“Iya Bu, tadi ketemu teman lama waktu kuliah, Ia mengajak Mas makan di warung.”
“Anak-anak ke mana Bu?” tanya Pak Budi sambil melepas jaket yang dipakainya.
“Di rumah belakang sama Neneknya.”
“Makan dulu Mas!” kata Bu Indri sambil meletakkan segelas air putih untuk suaminya.
“Nanti saja Bu, masih kenyang.”
Setelah berbincang-bincang cukup lama, sepertinya Bu Indri ingin mengungkapkan maksud hatinya yang selama ini terpendam.
“Mas, saya mau bicara,” ucap Bu Indri serius.
“Lho, dari tadi kan sudah bicara,” jawab Pak Budi setengah bercanda.
“Mau bicara apa?” lanjutnya.
“Mas, saya ingin punya usaha kecil-kecilan di rumah,. Bagaimana kalau uang tabungan kita buat beli kulkas. Nanti saya bisa membuat es lilin dan manisan buah untuk dijual,” ucapnya memberi penjelasan.
“Apa uangnya sudah cukup?”
“Sepertinya sudah Mas, lagi pula saya dengar dari ibu-ibu tetangga waktu arisan kemarin, katanya harga barang-barang elektronik sekarang sedang turun, bagaimana Mas?” tanya Bu Indri menggebu.
“Begini istriku kalau sudah ada  maunya,” kata Pak Budi dalam hati. Ia terlihat tersenyum sendiri.
“Kok malah senyum-senyum sih Mas?” ucap Bu Indri dengan raut muka tidak suka.
“Tidak, Mas tersenyum karena senang. Kamu memang istri yang cantik, pintar nabung lagi. Iya Mas setuju,” jawab Pak Budi yang langsung disambut cubitan mesra oleh istrinya.
            Sekarang Bu Indri punya kesibukan baru. Selain mengurus kedua anaknya, ia sibuk membuat es lilin dan manisan buah. Tetangga kanan-kiri setiap hari selalu saja ada yang datang untuk membeli. Ia juga menyetorkan ke beberapa warung yang sudah belangganan. Pak Budi juga tidak mau ketinggalan, setiap pagi ia membawa es lilin dan manisan buah buatan istrinya ke sekolah dan alhamdulilah selalu habis karena rasanya enak sehingga disukai anak-anak. Satu kebahagiaan tersediri yang mereka rasakan. Usaha yang dilakukan mendatangkan rizki bagi keluarga kecil mereka.
            Hari yang dinanti-nanti oleh para peserta ujian seleksi CPNS telah tiba. Halaman kantor Dinas Pendidikan Kabupaten penuh sesak dengan orang-orang yang ingin melihat pengumuman. Dengan hati berdebar-debar Pak Budi mamandangi nama demi nama yang terpampang di papan pengumuman.
“Ini kesempatan terakhirku, kalau sekarang tidak diterima berarti sudah habis harapanku untuk jadi PNS,” ucapnya dalam hati diantara himpitan orang-orang yang ada di sekitarnya. Tiba-tiba tatapan matanya terhenti pada sebuah nama, Budi Santoso, S.Pd. Waktu serasa berhenti, jiwanya seperti lepas dari raga, badannya terasa ringan, dan kakinya seperti tidak menginjak tanah. Setengah tak percaya ditempelkan telunjuknya pada namanya itu.
“Ya Allah terima kasih, Kau telah mengabulkan doa kami,” ucapnya dalam hati. Disapukan kedua telapak tangannya ke muka seiring rasa syukur yang tiada terkira sambil berucap Alhamdulillah hirobil’alamin.

0 comments:

Post a Comment

 
. © 2016 Design by Manisum | Sponsored by bkktkm - bkktkm - bkktkm