468x60 Ads



Mimpi Pemuda Desa

Himpunan Kepemudaan Mimpi Anak Desa (HIMADE) Gelar Aksi Sosial ...

Mimpi Pemuda Desa
Cerpen Karya : Aris Margono

Musim panen tahun ini cukup membuat wajah para petani menyunggingkan senyum penuh kebahagiaan. Rasa panas dan letih bekerja di bawah terik matahari tidak mampu melunturkan senyum di bibir mereka. Wajah-wajah berkeringat tampak sumringah disela kesibukan membawa pulang butiran padi yang kuning penuh isi.
 Hari belum terlalu sore, udara masih terasa agak panas. Sesekali angin bertiup kencang membawa apa saja yang dapat diterbangkan.
“Gus, bangun! katanya mau membantu ayahmu membawa pulang padi dari sawah,” kata Ibu Sri sambil mengetuk pintu kamar anak bungsu kesayangan dan kebanggaannya itu.
“Ya Bu, sebentar,” jawab Agus sambil matanya masih tetap terpejam. Sepertinya seluruh anggota tubuhnya masih ingin istirahat lebih lama lagi. Maklum, baru tadi pagi sekitar pukul sepuluh ia pulang dari Jogja.
            Tidak lama berselang, tampak Agus sudah mengayuh sepeda di atas jalan beraspal yang melintasi depan rumahnya. Sesekali ia terlihat bertegur sapa dengan orang-orang kampung yang berpapasan dengannya atau kadang bertegur sapa dengan orang-orang yang sedang sibuk mengangkat jemuran gabah di sepanjang jalan yang ia lewati. Sudah menjadi pemandangan yang biasa di kampungnya, bila setiap musim panen tiba sebagian badan jalan dimanfaatkan oleh warga kampung untuk menjemur gabah. Pikiran kritisnya sebagai mahasiswa muncul, “Ini tidak benar, ini kan jalan raya, jelas mengganggu pemakai jalan, dan tentunya juga melanggar peraturan.”
            Rumah Agus malam itu kelihatan sepi. Tetangga kanan-kiri yang biasanya ikut asyik menonton acara televisi di rumahnya tak ada satu pun yang tampak. Teman-temannya yang biasanya menyempatkan diri datang ke rumah saat mereka tahu ia pulang dari Jogja, malam itu juga tidak ada yang muncul. Mungkin tubuh mereka terlalu capek setelah seharian bekerja di sawah, sehingga lebih memilih untuk istirahat di rumah.
“Bu, Agus ada problem nih…” ucap Agus seperti mahasiswa yang hendak berkonsultasi dengan dosen pembimbingnya.
“Masalah uang lagi,” jawab ibunya ketus.
“Bukankah uang semesteranmu sudah diberikan bulan kemarin,” lanjutnya.
Ibu Sri wanita paruh baya bertubuh mungil yang sebagian rambutnya sudah memutih itu memang terkenal jeli untuk urusan uang.
 “Bukan itu Bu, tapi masalah usulan saya dan teman-teman karang taruna yang sebulan lalu itu lho, sepertinya kok belum ada tindak lanjut.”
“Memang tidak mudah untuk mewujudkan hal itu, butuh waktu, biaya, tenaga, pemikiran, dan dukungan serta kerja keras dari berbagai pihak. Ya, mudah-mudahan saja dapat terwujud,” ucap pak Salam dengan santai dan bijak.
Rupanya ia yang sedari tadi terlihat asyik menonton acara televisi kesukaannya ikut juga menyimak pembicaraan anak dan istrinya itu.
            Agus yang dipercaya sebagai ketua karang taruna, sebulan yang lalu bersama teman-temannya serta didukung oleh warga masyarakat mengajukan usulan kepada pemerintah desa melalui BPD (Badan Perwakilan Desa). Usulan itu berisi tentang gagasannya agar warga kampung secara swadaya membendung sungai yang melintasi persawahan di kampungnya. Bedungan tersebut diberi pintu air yang dihubungkan ke saluran irigasi. Dengan demikian, air yang mengalir di irigasi bisa dikontrol melalui pintu air tersebut. Jika, irigasi kekurangan air, bisa dialiri dengan air sungai. Sebaliknya, jika irigasi kelebihan air, bisa dibuang ke sungai. Dengan begitu, para petani bisa panen setahun tiga kali. Tidak seperti sekarang, setahun hanya bisa panen sekali karena sawah mereka sawah tadah hujan.
            Kenyataan yang ada berkenaan dengan saluran irigasi yang melintasi kampung di mana Agus tinggal memang cukup memprihatinkan. Sejak ia masih kecil hingga sekarang sudah menjadi mahasiswa, saluran irigrasi itu sama sekali tidak membawa kemanfaatan bagi para petani di kampungnya. Sering kali justru menyengsarakan mereka. Bagaimana tidak, di saat musim penghujan tiba, tanaman mereka sudah cukup air, malah ditambah dengan air yang datang melalui saluran irigrasi tersebut. Giliran musim kemarau, ketika tanaman mereka membutuhkan air, tak ada sedikit pun air yang sampai ke kampungnya. Hal itulah yang akan Agus dan teman-temannya perjuangkan. Demi kemakmuran kampungnya.
            Malam semakin larut, udara bertambah dingin. Kedua orang tua Agus sudah beberapa saat yang lalu pergi tidur. Sinema Asia yang menampilkan aktor idolanya baru saja usai. Ia segera mematikan televisi dan bergegas menuju kamar tidurnya. Cerita seru penuh adegan laga dari aktor idolanya tidak lagi menarik untuk diingatnya. Pikirannya sudah penuh dengan bayangan-bayangan indah apabila gagasannya yang sekarang sedang diperjuangkan bersama teman-teman dan warga kampung menjadi kenyataan.
Tiga tahun telah berlalu. Agus sudah lulus dari kuliahnya dan diwisuda menjadi sarjana teknik. Namun, usulan Agus masih juga belum terealisasi. Kecintaan Agus pada kampung halaman membuat Agus tidak ingin bekerja di kota. Ia memilih tinggal di desa, turut memajukan desa dengan menjadi ketua karang taruna sampai dua periode. Pada saat pemerintah kabupaten menggelar pilkades, Agus mencalonkan diri sebagai kepala desa bersaing dengan calon-calon yang lainnya. Visi dan misi yang Agus sampaikan pada warga desa dan program kerja yang ia paparkan mampu membuat warga desa menaruh harapan pada kepimimpinan Agus. Meskipun Agus merupakan calon kades yang paling muda, namun dedikasi dan kiprahnya untuk kemajuan desa melalui organisasi karang taruna yang selama ini dipimpinnya sudah dapat dirasakan manfaatnya oleh warga desa. Agus terpilih menjadi kepala desa dengan bersih tanpa wuwuran atau money politik.
Bersamaan dengan terpilihnya Agus menjadi kepala desa, pemerintahan Persiden Jokowi menepati janji kampanyenya mengenai percepatan pembangunan ekonomi dan infrasrtuktur  dengan menggelontorkan dana desa yang dikenal dengan  jargon satu desa satu milyar. Berkat dana tersebut, mimpi dan harapan Agus agar para petani di desanya bisa panen setahun tiga kali dapat terwujud. Mimpi pemuda desa yang peduli dan cinta pada desanya kini telah menjadi kenyataan.

0 comments:

Post a Comment

 
. © 2016 Design by Manisum | Sponsored by bkktkm - bkktkm - bkktkm