Ki Hadjar Dewantara menjelaskan bahwa tujuan
pendidikan yaitu: "menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar
mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik
sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu
hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat
yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan
dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak”
Dalam menuntun laku dan
pertumbuhan kodrat anak, KHD mengibaratkan peran pendidik seperti seorang
petani atau tukang kebun. Anak-anak itu seperti biji tumbuhan yang disemai dan
ditanam oleh pak tani atau pak tukang kebun di lahan yang telah disediakan.
Anak-anak itu bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam. Bila biji jagung
ditempatkan di tanah yang subur dengan mendapatkan sinar matahari dan pengairan
yang baik maka meskipun biji jagung adalah bibit jagung yang kurang baik
(kurang berkualitas) dapat tumbuh dengan baik karena perhatian dan perawatan
dari pak tani. Demikian sebaliknya, meskipun biji jagung itu disemai
adalah bibit berkualitas baik namun tumbuh di lahan yang gersang dan tidak
mendapatkan pengairan dan cahaya matahari serta ‘tangan dingin’ pak tani, maka
biji jagung itu mungkin tumbuh namun tidak akan optimal.
Menilik perannya sebagai
pemimpin pembelajaran, guru berorientasi pada terwujudnya Profil Pelajar
Pancasila, yaitu pelajar yang beriman, mandiri, kritis, kratif, bergotong
royong, dan berkebinekaan global. Namun, dalam melaksanakan perannya tersebut,
guru sering dihadapkan dalam pengambilan keputusan yang mengandung dilema
etika.
Secara
umum, pola, model, atau paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika dapat dikategorikan
seabgai berikut :
1. Individu
lawan masyarakat (individual vs community)
2. Rasa
keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
3. Kebenaran
lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
4. Jangka
pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)
Dilema etika adalah sebuah situasi yang terjadi
dimana seseorang dihadapkan pada situasi keduanya benar namun bertentangan
dalam mengambil sebuah keputusan. Langkah-langkah yang dapat diambil oleh guru,
saat mengahadapi pengambilan keputusan yang mengandung dlema etika, yaitu
melalui 9 tahap pengujian, yaitu sebagi berikut :
1.
Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini.
Ada 2
alasan mengapa langkah ini adalah langkah yang penting dalam pengujian
keputusan. Alasan yang pertama, langkah ini mengharuskan kita untuk
mengidentifikasi masalah yang perlu diperhatikan, alih-alih langsung mengambil
keputusan tanpa menilainya dengan lebih saksama. Alasan yang kedua adalah
karena langkah ini akan membuat kita menyaring masalah yang betul-betul berhubungan
dengan aspek moral, bukan masalah yang berhubungan dengan sopan santun dan
norma sosial. Untuk mengenali hal ini bukanlah hal yang mudah. Kalau kita
terlalu berlebihan dalam menerapkan langkah ini, dapat membuat kita menjadi
orang yang terlalu mendewakan aspek moral, sehingga kita akan mempermasalahkan
setiap kesalahan yang paling kecil pun. Sebaliknya bila kita terlalu permisif,
maka kita bisa menjadi apatis dan tidak bisa mengenali aspek-aspek permasalahan
etika lagi.
2. Menentukan
siapa yang terlibat dalam situasi ini.
Bila kita
telah mengenali bahwa ada masalah moral di situasi tertentu. Pertanyaannya
adalah dilema siapakah ini? Hal yang seharusnya membedakan bukanlah pertanyaan
apakah ini dilema saya atau bukan. Karena dalam hubungannya dengan permasalahan
moral, kita semua seharusnya merasa terpanggil.
3. Kumpulkan
fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.
Pengambilan
keputusan yang baik membutuhkan data yang lengkap dan detail, seperti misalnya
apa yang terjadi di awal situasi tersebut, bagaimana hal itu terkuak, dan apa
yang akhirnya terjadi, siapa berkata apa pada siapa, kapan mereka
mengatakannya. Data-data tersebut penting untuk kita ketahui karena
dilema etika tidak menyangkut hal-hal yang bersifat teori, namun ada
faktor-faktor pendorong dan penarik yang nyata di mana data yang mendetail akan
bisa menggambarkan alasan seseorang melakukan sesuatu dan kepribadian seseorang
akan tercermin dalam situasi tersebut. Hal yang juga penting di sini adalah
analisis terhadap hal-hal apa saja yang potensial akan terjadi di waktu yang
akan datang.
4. Pengujian
benar atau salah
·
Uji Legal
Pertanyaan
yang harus diajukan disini adalah apakah dilema etika itu menyangkut aspek
pelanggaran hukum. Bila jawabannya adalah iya, maka pilihan yang ada bukanlah
antara benar lawan benar, namun antara benar lawan salah. Pilihannya menjadi
membuat keputusan yang mematuhi hukum atau tidak, bukannya keputusan yang
berhubungan dengan moral.
·
Uji Regulasi/Standar Profesional
Bila
dilema etika tidak memiliki aspek pelanggaran hukum di dalamnya, mungkin ada
pelanggaran peraturan atau kode etik. Konflik yang terjadi pada seorang
wartawan yang harus melindungi sumber beritanya, seorang agen real estate
yang tahu bahwa seorang calon pembeli potensial sebelumnya telah dihubungi oleh
koleganya? Anda tidak bisa dihukum karena melanggar kode etik profesi Anda,
tapi Anda akan kehilangan respek sehubungan dengan profesi Anda.
·
Uji Intuisi=Berpikir berbasis peraturan
Langkah
ini mengandalkan tingkatan perasaan dan intuisi Anda dalam merasakan apakah ada
yang salah dengan situasi ini. Apakah tindakan ini mengandung hal-hal yang akan
membuat Anda merasa dicurigai. Uji intuisi ini akan mempertanyakan apakah
tindakan ini sejalan atau berlawanan dengan nilai-nilai yang Anda yakini.
Walaupun mungkin Anda tidak bisa dengan jelas dan langsung menunjuk
permasalahannya ada di mana. Langkah ini, untuk banyak orang, sangat umum dan
bisa diandalkan untuk melihat dilema etika yang melibatkan dua nilai yang
sama-sama benar.
·
Uji Halaman Depan Koran = Berpikir berbasis akhir
Apa yang
Anda akan rasakan bila keputusan ini dipublikasikan pada halaman depan dari
koran dan sesuatu yang Anda anggap merupakan ranah pribadi Anda tiba-tiba
menjadi konsumsi masyarakat? Bila Anda merasa tidak nyaman membayangkan hal itu
akan terjadi, kemungkinan besar Anda sedang menghadapi dilema etika.
·
Uji Panutan/Idola= Berpikir berbasis perduli
Dalam
langkah ini, Anda akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh seseorang yang
merupakan panutan Anda, misalnya ibu Anda. Tentunya di sini fokusnya bukanlah
pada ibu Anda, namun keputusan apa yang kira-kira akan beliau ambil, karena
beliau adalah orang yang menyayangi Anda dan orang yang sangat berarti bagi
Anda.
5.
Pengujian Paradigma Benar lawan Benar.
Dari
keempat paradigma berikut ini, paradigma mana yang terjadi di situasi ini?
Individu
lawan masyarakat (individual vs community)
Rasa
keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
Kebenaran
lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
Jangka
pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)
Apa
pentingnya mengidentifikasi paradigma, ini bukan hanya mengelompokkan
permasalahan namun membawa penajaman pada fokus kenyataan bahwa situasi ini
betul-betul mempertentangkan antara dua nilai-nilai inti kebajikan yang
sama-sama penting.
6.
Melakukan Prinsip Resolusi
Dari 3
prinsip penyelesaian dilema, mana yang akan dipakai?
- Berpikir
Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)
- Berpikir
Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)
- Berpikir
Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)
7. Investigasi
Opsi Trilema
Mencari
opsi yang ada di antara 2 opsi. Apakah ada cara untuk berkompromi dalam situasi
ini. Terkadang akan muncul sebuah penyelesaian yang kreatif dan tidak terpikir
sebelumnya yang bisa saja muncul di tengah-tengah kebingungan menyelesaikan
masalah.
8. Buat
Keputusan
Akhirnya
kita akan sampai pada titik di mana kita harus membuat keputusan yang
membutuhkan keberanian secara moral untuk melakukannya.
9. Lihat
lagi Keputusan dan Refleksikan
Ketika
keputusan sudah diambil. Lihat kembali proses pengambilan keputusan dan ambil
pelajarannya untuk dijadikan acuan bagi kasus-kasus selanjutnya.
Setelah
melalui 9 langkah pengujian dalam pengambilan keputusan yang mengadung dilema etika,
guru sebagai pemimpin pembelajaran dapat yakin dan mantap untuk melaksanakan
keputusan yang diambilnya.
Sebagai bahan
catatan, apabila keputusan yang diambil saat diuji legal, ternyata ada
pelanggaran hukum maka dapat dipastikan, itu bukan permasalahan yang mengandung
dilema etika, melainkan merupakan bujukan moral. Paradigmanya, bukan benar
lawan benar lagi, melainkan benar lawan salah. Maka kita harus memilih yang
benar.
Keputusan
yang diambil akan sangat sulit dapat memuaskan semua pihak. Itu adalah hal yang
wajar. Yang terpenting, sebagai peimimpin pembelajaran, seorang guru harus
berani mengambil keputusan yang mengadandung dilema etika dengan pertimbangan
utama, keputusan yang diambil memihak pada murid.