468x60 Ads



Sukses untuk lulusan SMPN 1 MIRIT

Beriman, Santun, Berprestasi dan Terampil

Guru-Guru SMPN 1 Mirit

Guru adalah Pamong, orang tua pengganti yang dipercaya mendidik siswa-siswinya

Staf Tata Usaha

Syukuran HUT Sekolah Ke-40

Prestasi Tiada Henti

Semangat Berprestasi

Seimbangkan jiwa dan raga

HUT Sekolah ke-40

Study Tour 2020

Study Tour ke Jatim Park


Saat Bahagia Datang

0 comments

Lolos Passing Grade SKD CPNS 2019 Tak Otomatis Bisa Ikut SKB, Ini ...



Saat Bahagia Datang
Cerpen Karya : Aris Margono


Hawa dingin di musim kemarau membuat orang-orang menjadi malas untuk beranjak dari balik selimutnya. Namun, tidak begitu bagi Pak Budi. Sudah sekitar satu jam yang lalu, sebelum azan subuh berkumandang, ia sudah duduk serius membaca tulisan demi tulisan pada lembar-lembar kertas yang ada di hadapannya. Belakangan ini ia memang sedang giat belajar. Seperti halnya di pagi yang dingin itu.
“Bu, bangun! kata Pak Budi sambil tangannya menyentuh lengan istrinya yang terlihat masih tidur pulas di samping kedua anaknya.
“Sudah subuh Mas?” tanya Bu Indri seraya bangun dari tidurnya. Rambutnya yang tampak acak disisirnya dengan jemari tangan dan bergegas menuju kamar mandi.
            Tidak lama kemudian mereka sudah terlihat menunaikan shalat subuh berjamaah. Setelah mengucapkan kalimat salam, Bu Indri mencium tangan suaminya dengan penuh hormat.
“Mas, nanti berangkatnya lebih awal saja, agar bisa istirahat dulu di sana!” ucapnya kemudian.
“Rencana Mas juga begitu Bu,” jawab Pak Budi.
“Ini kesempatanku yang terakhir mengikuti ujian seleksi CPNS, tiga bulan lagi usiaku genap 35 tahun,” lanjutnya.
“Mas, bagaimana kalau nanti sebelum berangkat kita menemui ibumu untuk meminta doa restu agar Mas lulus ujian dan diterima jadi PNS.”
“Iya Bu, Mas ingin sekali melihat ibu bangga dan kamu serta anak-anak lebih bahagia lagi,”  ucapanya penuh harapan.
Ditatapnya wajah istrinya itu dengan kasih yang begitu dalam.
            Sepuluh tahun tahun hidup bergantung dari jerih payah suaminya sebagai guru honorer dengan kondisi keuangan yang serba pas-pasan tidak membuat Bu Indri menyesali keadaan. Bahkan ia dan Pak Budi selalu bersyukur atas rizki dan nikmat yang telah mereka terima selama ini. Dengan jeli diaturnya uang pemberian suaminya agar cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Meskipun hanya pas-pasan tetapi ia selalu berusaha menyisahkan sedikit untuk ditabung.
            Matahari sudah condong ke arah barat. Namun, teriknya masih cukup terasa. Pak Budi baru tiba di rumah.
“Mas, motornya langsung dimasukan saja, Mas kan capek,” sambut istrinya. Dimintanya tas yang ada di tangan suaminya lalu dibawahnya masuk.
“Mas, bekalnya kok tidak dimakan?” tanya Bu Indri ketika tahu bekal yang tadi pagi ia siapkan untuk makan siang suaminya masih utuh.
“Iya Bu, tadi ketemu teman lama waktu kuliah, Ia mengajak Mas makan di warung.”
“Anak-anak ke mana Bu?” tanya Pak Budi sambil melepas jaket yang dipakainya.
“Di rumah belakang sama Neneknya.”
“Makan dulu Mas!” kata Bu Indri sambil meletakkan segelas air putih untuk suaminya.
“Nanti saja Bu, masih kenyang.”
Setelah berbincang-bincang cukup lama, sepertinya Bu Indri ingin mengungkapkan maksud hatinya yang selama ini terpendam.
“Mas, saya mau bicara,” ucap Bu Indri serius.
“Lho, dari tadi kan sudah bicara,” jawab Pak Budi setengah bercanda.
“Mau bicara apa?” lanjutnya.
“Mas, saya ingin punya usaha kecil-kecilan di rumah,. Bagaimana kalau uang tabungan kita buat beli kulkas. Nanti saya bisa membuat es lilin dan manisan buah untuk dijual,” ucapnya memberi penjelasan.
“Apa uangnya sudah cukup?”
“Sepertinya sudah Mas, lagi pula saya dengar dari ibu-ibu tetangga waktu arisan kemarin, katanya harga barang-barang elektronik sekarang sedang turun, bagaimana Mas?” tanya Bu Indri menggebu.
“Begini istriku kalau sudah ada  maunya,” kata Pak Budi dalam hati. Ia terlihat tersenyum sendiri.
“Kok malah senyum-senyum sih Mas?” ucap Bu Indri dengan raut muka tidak suka.
“Tidak, Mas tersenyum karena senang. Kamu memang istri yang cantik, pintar nabung lagi. Iya Mas setuju,” jawab Pak Budi yang langsung disambut cubitan mesra oleh istrinya.
            Sekarang Bu Indri punya kesibukan baru. Selain mengurus kedua anaknya, ia sibuk membuat es lilin dan manisan buah. Tetangga kanan-kiri setiap hari selalu saja ada yang datang untuk membeli. Ia juga menyetorkan ke beberapa warung yang sudah belangganan. Pak Budi juga tidak mau ketinggalan, setiap pagi ia membawa es lilin dan manisan buah buatan istrinya ke sekolah dan alhamdulilah selalu habis karena rasanya enak sehingga disukai anak-anak. Satu kebahagiaan tersediri yang mereka rasakan. Usaha yang dilakukan mendatangkan rizki bagi keluarga kecil mereka.
            Hari yang dinanti-nanti oleh para peserta ujian seleksi CPNS telah tiba. Halaman kantor Dinas Pendidikan Kabupaten penuh sesak dengan orang-orang yang ingin melihat pengumuman. Dengan hati berdebar-debar Pak Budi mamandangi nama demi nama yang terpampang di papan pengumuman.
“Ini kesempatan terakhirku, kalau sekarang tidak diterima berarti sudah habis harapanku untuk jadi PNS,” ucapnya dalam hati diantara himpitan orang-orang yang ada di sekitarnya. Tiba-tiba tatapan matanya terhenti pada sebuah nama, Budi Santoso, S.Pd. Waktu serasa berhenti, jiwanya seperti lepas dari raga, badannya terasa ringan, dan kakinya seperti tidak menginjak tanah. Setengah tak percaya ditempelkan telunjuknya pada namanya itu.
“Ya Allah terima kasih, Kau telah mengabulkan doa kami,” ucapnya dalam hati. Disapukan kedua telapak tangannya ke muka seiring rasa syukur yang tiada terkira sambil berucap Alhamdulillah hirobil’alamin.

Selendang Kinanti

0 comments

Selendang Kinanti
Cerpen Karya : Adinia Ferlita Putri


Kinanti dan Nesa adalah dua bersahabat di kelas 8 SMP Puspa Bangsa. Keduanya cukup akrab karena mereka di kelas 7 juga sekelas. Di kelas 8 ini mereka duduk sebangku sehingga semakin akrab. Keduanya rajin, aktif dalam kegiatan dan juga sama-sama pintar. Perbedaannya, Kinanti berasal dari keluarga pegawai sederhana, sementara Nesa anak orang kaya. Nesa sangat baik terhadap Kinanti, dia suka membawakan makanan yang enak ke sekolah. Kadang juga Kinanti diajak bermain ke rumahnya sepulang sekolah. Kinanti mau kalau dia sudah minta izin pada ibunya.
            Pagi itu seperti biasa Kinanti berangkat pagi dan langsung menuju kelasnya. Hampir bersamaan Nesa juga datang dan terlihat gembira serta langsung menyapa Kinanti.
            “Hai, Ki, apa kabar kamu hari ini?”
            “Baik, bagaimana dengan kamu, hari ini tampak gembira,” jawab Kinanti. Nesa tertawa riang, dan bercerita penuh semangat.
            “Ayahku berjanji mau memberi hadiah ulang tahun handpone terbaru,” tawa Nesa melebar.
            Handpone-mu kan masih baru Nes, kalau tidak salah hadiah ultahmu setahun yang lalu,” ungkap Kinanti.
            “Sudah tertinggal zaman itu handpone Ki, yang aku minta lagi ini ram nya besar dan bisa untuk aplikasi apa saja,“ jawab Nesa.
            “O, begitu, syukurlah semoga bermanfaat untuk kamu Nes, bisa mendukung aktivitasmu,” ucap Kinanti.
            “O, ya jelaslah mendukung, aku akan memanfaatkan sebaik-baiknya fasilitas yang diberi ayahku ini,” jawab Nesa lagi penuh semangat. Nesa diam sebentar kemudian melanjutkan ucapannya.
            “Tapi ngomong-ngomong bukannya kamu juga sebentar lagi ultah Ki, kita kan cuma beda 5 hari tanggal lahirnya,“ kata Nesa.
            “Iya betul,“ jawab Kinanti datar.
            “Terus apa hadiah ultah dari ayahmu, ayo cerita dong,“ kejar Nesa.
            Bel tanda masuk berbunyi, Nesa dan Kinanti merapikan duduknya.
            “Ya tidak tahulah Nes, eh sudah bel masuk, ayo siap-siap pelajaran Bahasa Indonesia,“ kata Kinanti memotong pembicaraan dan bersiap mengikuti pelajaran jam pertama. Keduanya lantas tekun mengikuti pelajaran demi pelajaran seperti biasa.
            Di hari ulang tahunnya, sepulang sekolah Nesa mengajak Kinanti ke rumahnya. Berdua masing-masing mengayuh sepeda menuju rumah Nesa. Sesampai di rumah Nesa, Kinanti segera dipameri sebuah handpone baru branded dengan seri terbaru. Kinanti berdecak kagum dan ikut merasakan kegembiraan Nesa. Betapa tidak gembira, dengan handpone baru ini Nesa bisa melakukan apa saja kegiatannya. Bahkan Nesa bisa melihat dunia seluas-luasnya hanya melalui genggamannya. Kinanti tentunya juga sangat menginginkan hadiah ulang tahun seperti itu dari ayahnya. Namun itu sesuatu yang tidak mungkin mengingat ayahnya hanyalah seorang pegawai biasa. Kinanti hanya berharap seperti biasa dibuatkan nasi kuning dan berdoa bersama ayah, ibu dan kakaknya. Nasi kuning yang dibuat ibu juga dibagikan ke tetangga dekat.
            Lima hari berselang, sore itu Kinanti dibuatkan nasi kuning dan sebagian sudah dibagikan ke tetangga. Setelah shalat maghrib ayah, ibu, Kak Arman dan Kinanti berkumpul di ruang keluarga. Nasi kuning diletakkan di meja dan mereka berdoa bersama untuk keselamatan Kinanti dan juga seluruh keluarga. Selesai berdoa, nasi kuning dibagi oleh ibu dan pertama kalinya diberikan kepada Kinanti. Berikutnya mereka makan bersama-sama, dan itu sudah sangat membahagiakan Kinanti. Selesai makan, ibu tidak buru-buru membereskan meja tetapi duduk diam seperti ada yang ditunggu.
            “Ayo, Ayah, mana hadiah yang disiapkan untuk Kinanti,” kata Ibu kepada Ayah sambil mengedip-ngedipkan mata.“Ada yang tidak sabar menunggu nih.”
            “Ibu kali yang tidak sabar menunggu, memangnya ada hadiah untuk Kinanti ?” tanya Kinanti dengan mata berbinar.
            “Ada dong, bagi-bagi lho,” ledek Kak Arman.
            “Yee…..sukanya begitu Kakak,” sahut Kinanti merengut.
            Ayah mengambil bungkusan kado dari kamar dan menyerahkannya kepada Kinanti. Disusul kemudian Ibu dan Kak Arman memberi kado yang terbungkus indah. Kinanti merasa terharu dan sangat berbahagia. Dipeluknya Ayah, Ibu dan Kak Arman bergantian sambil mengucapkan terimakasih. Kinanti tak sabar untuk membuka hadiah dari ayah, ibu dan kakaknya. Hadiah dari ayah sebuah selendang tari warna kuning yang indah. Hadiah dari ibu boneka beruang putih yang lucu, sedangkan dari Kak Arman sebungkus coklat lezat.
            “Ayah ingin kamu bisa memanfaatkan selendang itu dengan sebaik-baiknya. Ayah tahu kamu sedang giat berlatih karena  dikirim lomba tari tingkat kabupaten oleh sekolahmu. Semoga kau berhasil, nak, rajinlah berlatih jangan pernah merasa lelah sebelum selesai perjuangan,” kata Ayah sambil menepuk-nepuk Kinanti. Ibu dan kakak tersenyum bangga memberi semangat Kinanti
            “Iya, Ayah, aku akan giat berlatih,” jawab Kinanti.
            Sejak itu Kinanti semakin giat berlatih mempersiapkan lomba Festival Seni tingkat kabupaten. Ibu guru pembimbingnya bangga dengan semangat juara Kinanti. Kinanti ingin menunjukkan bahwa dia bisa. Tanpa mengurangi aktivitas belajarnya, setiap sore dia pergi berlatih tari pada gurunya. Dia rela menolak ajakan Nesa bermain game di rumahnya dengan handphone barunya.
            Persiapan latihan yang dilakukan Kinanti sangat membanggakan. Hampir tidak ada waktu istirahat dari sepulang sekolah dilanjutkan latihan tari sore hari. Sebaliknya Nesa semakin sibuk dengan handphone barunya di rumah. Biasanya Nesa sehabis pulang sekolah mengajak teman-temannya belajar kelompok di sekolah. Sekarang dia akan buru-buru pulang dan bermain game dengan handphone barunya.
            Minggu ini tes penilaian tengah semester, Kinanti fokus pada kegiatan tesnya. Dan setelah tes berakhir dan hasilnya dibagikan, Kinanti bersyukur karena hasilnya ada peningkatan meskipun sibuk berlatih tari.. Sebaliknya Nesa, dia tampak murung karena hasil tesnya kali ini sangat mengecewakan dan Nesa tampak menyesali nilainya.
            “Tidak usah bersedih, Nesa. Yang penting setelah ini kamu lebih giat lagi belajar supaya hasil nilai raportmu tetap bagus,” hibur Kinanti pada Nesa.
            “Terimakasih, Kinan, kamu memang sahabatku yang paling baik. Aku menyesal dengan nilai-nilai tesku, tapi aku berjanji setelah ini akan giat lagi belajar. Aku tidak akan lagi terpedaya dengan adanya handphone baruku. Justru akan kumanfaatkan handphone-ku dengan sebaik-baiknya. Akan kumanfaatkan untuk kepentingan belajarku dan kegiatan-kegiatanku,” ucap Nesa berjanji pada dirinya sendiri.
            “Baguslah kalau begitu Nesa, mari kita berlomba untuk berprestasi lebih baik. Besok aku akan minta izin ibu guru supaya kamu boleh merekamku ketika lomba tari. Aku bisa minta tolong kamu merekam pakai handpone barumu kan?” kata Kinanti sambil mengedipkan mata ke arah Nesa.
            “Oh, tentu saja kalau ibu guru mengizinkan aku akan sangat senang. Aku akan menemanimu ke tempat lomba dan merekammu,” jawab Nesa.
            Saat lomba tiba, Kinanti berangkat dengan ibu guru pembimbing dan juga Nesa yang ikut khusus untuk merekam tariannya nanti. Kinanti sangat cantik dengan kostum tari Gambyongnya lengkap dengan selendang kuning hadiah ayah. Dengan memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa dia mengeluarkan segenap kemampuan menarinya. Pikirannya terpusat pada gending-gending Jawa yang dimainkan pengiringnya. Tari klasik Jawa Tengah yang biasa untuk menyambut tamu Keraton Surakarta itu tampak indah dalam gerakan Kinanti. Dan Kinanti dapat menyelesaikan tarian Gambyongnya dengan sempurna. Tepuk tangan gemuruh dari penonton mengiringi langkah kaki Kinanti meninggalkan panggung. Dan ketika lomba selesai diumumkan, juara 1 diraih oleh Kinanti. Dia berhak membawa pulang piala kejuaraan dan piagam serta maju lomba tingkat provinsi.
            Ayah, ibu dan Kak Arman sangat gembira dengan keberhasilan Kinanti. Demikian juga bapak ibu guru dan teman-temannya ikut merasakan kegembiraan Kinanti. Selanjutnya Kinanti lebih serius berlatih untuk lomba di tingkat provinsi. Kepala sekolah telah menyiapkan seorang pembimbing profesional dari sanggar tari ternama untuk mendampingi ibu guru pembimbingnya. Perjalanan masih panjang untuk Kinanti supaya berjuang lebih keras lagi. Kinanti ingin mewujudkan mimpinya menjadi penari ternama yang dapat dibanggakan keluarganya. Dia ingin selendang hadiah ayahnya bisa mengantarkannya kepada mimpinya. Dia terus berlatih hingga kemudian dia juga meraih juara tingkat provinsi.
            Sementara itu Nesa mengolah hasil rekaman tarian Kinanti dan meng-upload-nya di Youtube. Dan sungguh luar biasa respon para netizen, banyak like dari para viewer. Beberapa diantaranya orang Eropa yang kemudian menurut Nesa akan berwisata dengan rombongan ke Bali dan Jogjakarta. Setelah itu terjalin komunikasi dengan orang Eropa itu, yang tepatnya orang Belanda. Menurut Nesa, mereka ingin mengontrak tarian Gambyong Kinanti sebagai salah satu kunjungan wisatanya. Sungguh sesuatu yang sangat luar biasa bagi Kiananti dan juga Nesa. Hanya dengan genggaman tangan tarian Gambong Kinanti dapat terakses menjangkau dunia luas. Tidak hanya itu, dari dalam negeri pun ada tawaran-tawaran pentas datang dari beberapa viewer.
            Nesa menjadi sibuk mengelola tawaran-tawaran pentas Kinanti. Dia langsung seolah-olah menjadi manajer pementasan Kinanti. Kinanti sendiri tengah sibuk mempersiapkan lomba tingkat nasional yang dilaksanakan beberapa hari lagi. Dan meskipun akhirnya Kinanti hanya masuk 6 besar di tingkat nasional, di sisi lain namanya  sudah mempunyai akses di dunia yang lebih luas. Kinanti dengan tari Gambyong dan selendang kuningnya telah mampu menggenggam dunia.

WAKTU

0 comments

Tepat Memanfaatkan Waktu | Greatmind
                                                                               
WAKTU
Puisi Karya : Rohani Wulandari. Kelas 8 B
                                                            
Detik-detik….
Menit-menit….
Tak  kan  ada  yang  bisa
menghentikannya

walau  jam  tak  berdetik…..
Namun  bumi  akan  selalu mengelilingi  bulan
Dan  matahari…..
Waktu  terus  berjalan….
                                                         
Tak kan  bisa kembali  kemasa  lalu….
Walau dikata ada mesin waktu….
Walau waktu terus berjalan…..
Inilah  waktu yang  tak  pernah  berhenti….
                             


 
. © 2016 Design by Manisum | Sponsored by bkktkm - bkktkm - bkktkm