468x60 Ads



Sukses untuk lulusan SMPN 1 MIRIT

Beriman, Santun, Berprestasi dan Terampil

Guru-Guru SMPN 1 Mirit

Guru adalah Pamong, orang tua pengganti yang dipercaya mendidik siswa-siswinya

Staf Tata Usaha

Syukuran HUT Sekolah Ke-40

Prestasi Tiada Henti

Semangat Berprestasi

Seimbangkan jiwa dan raga

HUT Sekolah ke-40

Study Tour 2020

Study Tour ke Jatim Park


Selendang Kinanti

0 comments

Selendang Kinanti
Cerpen Karya : Adinia Ferlita Putri


Kinanti dan Nesa adalah dua bersahabat di kelas 8 SMP Puspa Bangsa. Keduanya cukup akrab karena mereka di kelas 7 juga sekelas. Di kelas 8 ini mereka duduk sebangku sehingga semakin akrab. Keduanya rajin, aktif dalam kegiatan dan juga sama-sama pintar. Perbedaannya, Kinanti berasal dari keluarga pegawai sederhana, sementara Nesa anak orang kaya. Nesa sangat baik terhadap Kinanti, dia suka membawakan makanan yang enak ke sekolah. Kadang juga Kinanti diajak bermain ke rumahnya sepulang sekolah. Kinanti mau kalau dia sudah minta izin pada ibunya.
            Pagi itu seperti biasa Kinanti berangkat pagi dan langsung menuju kelasnya. Hampir bersamaan Nesa juga datang dan terlihat gembira serta langsung menyapa Kinanti.
            “Hai, Ki, apa kabar kamu hari ini?”
            “Baik, bagaimana dengan kamu, hari ini tampak gembira,” jawab Kinanti. Nesa tertawa riang, dan bercerita penuh semangat.
            “Ayahku berjanji mau memberi hadiah ulang tahun handpone terbaru,” tawa Nesa melebar.
            Handpone-mu kan masih baru Nes, kalau tidak salah hadiah ultahmu setahun yang lalu,” ungkap Kinanti.
            “Sudah tertinggal zaman itu handpone Ki, yang aku minta lagi ini ram nya besar dan bisa untuk aplikasi apa saja,“ jawab Nesa.
            “O, begitu, syukurlah semoga bermanfaat untuk kamu Nes, bisa mendukung aktivitasmu,” ucap Kinanti.
            “O, ya jelaslah mendukung, aku akan memanfaatkan sebaik-baiknya fasilitas yang diberi ayahku ini,” jawab Nesa lagi penuh semangat. Nesa diam sebentar kemudian melanjutkan ucapannya.
            “Tapi ngomong-ngomong bukannya kamu juga sebentar lagi ultah Ki, kita kan cuma beda 5 hari tanggal lahirnya,“ kata Nesa.
            “Iya betul,“ jawab Kinanti datar.
            “Terus apa hadiah ultah dari ayahmu, ayo cerita dong,“ kejar Nesa.
            Bel tanda masuk berbunyi, Nesa dan Kinanti merapikan duduknya.
            “Ya tidak tahulah Nes, eh sudah bel masuk, ayo siap-siap pelajaran Bahasa Indonesia,“ kata Kinanti memotong pembicaraan dan bersiap mengikuti pelajaran jam pertama. Keduanya lantas tekun mengikuti pelajaran demi pelajaran seperti biasa.
            Di hari ulang tahunnya, sepulang sekolah Nesa mengajak Kinanti ke rumahnya. Berdua masing-masing mengayuh sepeda menuju rumah Nesa. Sesampai di rumah Nesa, Kinanti segera dipameri sebuah handpone baru branded dengan seri terbaru. Kinanti berdecak kagum dan ikut merasakan kegembiraan Nesa. Betapa tidak gembira, dengan handpone baru ini Nesa bisa melakukan apa saja kegiatannya. Bahkan Nesa bisa melihat dunia seluas-luasnya hanya melalui genggamannya. Kinanti tentunya juga sangat menginginkan hadiah ulang tahun seperti itu dari ayahnya. Namun itu sesuatu yang tidak mungkin mengingat ayahnya hanyalah seorang pegawai biasa. Kinanti hanya berharap seperti biasa dibuatkan nasi kuning dan berdoa bersama ayah, ibu dan kakaknya. Nasi kuning yang dibuat ibu juga dibagikan ke tetangga dekat.
            Lima hari berselang, sore itu Kinanti dibuatkan nasi kuning dan sebagian sudah dibagikan ke tetangga. Setelah shalat maghrib ayah, ibu, Kak Arman dan Kinanti berkumpul di ruang keluarga. Nasi kuning diletakkan di meja dan mereka berdoa bersama untuk keselamatan Kinanti dan juga seluruh keluarga. Selesai berdoa, nasi kuning dibagi oleh ibu dan pertama kalinya diberikan kepada Kinanti. Berikutnya mereka makan bersama-sama, dan itu sudah sangat membahagiakan Kinanti. Selesai makan, ibu tidak buru-buru membereskan meja tetapi duduk diam seperti ada yang ditunggu.
            “Ayo, Ayah, mana hadiah yang disiapkan untuk Kinanti,” kata Ibu kepada Ayah sambil mengedip-ngedipkan mata.“Ada yang tidak sabar menunggu nih.”
            “Ibu kali yang tidak sabar menunggu, memangnya ada hadiah untuk Kinanti ?” tanya Kinanti dengan mata berbinar.
            “Ada dong, bagi-bagi lho,” ledek Kak Arman.
            “Yee…..sukanya begitu Kakak,” sahut Kinanti merengut.
            Ayah mengambil bungkusan kado dari kamar dan menyerahkannya kepada Kinanti. Disusul kemudian Ibu dan Kak Arman memberi kado yang terbungkus indah. Kinanti merasa terharu dan sangat berbahagia. Dipeluknya Ayah, Ibu dan Kak Arman bergantian sambil mengucapkan terimakasih. Kinanti tak sabar untuk membuka hadiah dari ayah, ibu dan kakaknya. Hadiah dari ayah sebuah selendang tari warna kuning yang indah. Hadiah dari ibu boneka beruang putih yang lucu, sedangkan dari Kak Arman sebungkus coklat lezat.
            “Ayah ingin kamu bisa memanfaatkan selendang itu dengan sebaik-baiknya. Ayah tahu kamu sedang giat berlatih karena  dikirim lomba tari tingkat kabupaten oleh sekolahmu. Semoga kau berhasil, nak, rajinlah berlatih jangan pernah merasa lelah sebelum selesai perjuangan,” kata Ayah sambil menepuk-nepuk Kinanti. Ibu dan kakak tersenyum bangga memberi semangat Kinanti
            “Iya, Ayah, aku akan giat berlatih,” jawab Kinanti.
            Sejak itu Kinanti semakin giat berlatih mempersiapkan lomba Festival Seni tingkat kabupaten. Ibu guru pembimbingnya bangga dengan semangat juara Kinanti. Kinanti ingin menunjukkan bahwa dia bisa. Tanpa mengurangi aktivitas belajarnya, setiap sore dia pergi berlatih tari pada gurunya. Dia rela menolak ajakan Nesa bermain game di rumahnya dengan handphone barunya.
            Persiapan latihan yang dilakukan Kinanti sangat membanggakan. Hampir tidak ada waktu istirahat dari sepulang sekolah dilanjutkan latihan tari sore hari. Sebaliknya Nesa semakin sibuk dengan handphone barunya di rumah. Biasanya Nesa sehabis pulang sekolah mengajak teman-temannya belajar kelompok di sekolah. Sekarang dia akan buru-buru pulang dan bermain game dengan handphone barunya.
            Minggu ini tes penilaian tengah semester, Kinanti fokus pada kegiatan tesnya. Dan setelah tes berakhir dan hasilnya dibagikan, Kinanti bersyukur karena hasilnya ada peningkatan meskipun sibuk berlatih tari.. Sebaliknya Nesa, dia tampak murung karena hasil tesnya kali ini sangat mengecewakan dan Nesa tampak menyesali nilainya.
            “Tidak usah bersedih, Nesa. Yang penting setelah ini kamu lebih giat lagi belajar supaya hasil nilai raportmu tetap bagus,” hibur Kinanti pada Nesa.
            “Terimakasih, Kinan, kamu memang sahabatku yang paling baik. Aku menyesal dengan nilai-nilai tesku, tapi aku berjanji setelah ini akan giat lagi belajar. Aku tidak akan lagi terpedaya dengan adanya handphone baruku. Justru akan kumanfaatkan handphone-ku dengan sebaik-baiknya. Akan kumanfaatkan untuk kepentingan belajarku dan kegiatan-kegiatanku,” ucap Nesa berjanji pada dirinya sendiri.
            “Baguslah kalau begitu Nesa, mari kita berlomba untuk berprestasi lebih baik. Besok aku akan minta izin ibu guru supaya kamu boleh merekamku ketika lomba tari. Aku bisa minta tolong kamu merekam pakai handpone barumu kan?” kata Kinanti sambil mengedipkan mata ke arah Nesa.
            “Oh, tentu saja kalau ibu guru mengizinkan aku akan sangat senang. Aku akan menemanimu ke tempat lomba dan merekammu,” jawab Nesa.
            Saat lomba tiba, Kinanti berangkat dengan ibu guru pembimbing dan juga Nesa yang ikut khusus untuk merekam tariannya nanti. Kinanti sangat cantik dengan kostum tari Gambyongnya lengkap dengan selendang kuning hadiah ayah. Dengan memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa dia mengeluarkan segenap kemampuan menarinya. Pikirannya terpusat pada gending-gending Jawa yang dimainkan pengiringnya. Tari klasik Jawa Tengah yang biasa untuk menyambut tamu Keraton Surakarta itu tampak indah dalam gerakan Kinanti. Dan Kinanti dapat menyelesaikan tarian Gambyongnya dengan sempurna. Tepuk tangan gemuruh dari penonton mengiringi langkah kaki Kinanti meninggalkan panggung. Dan ketika lomba selesai diumumkan, juara 1 diraih oleh Kinanti. Dia berhak membawa pulang piala kejuaraan dan piagam serta maju lomba tingkat provinsi.
            Ayah, ibu dan Kak Arman sangat gembira dengan keberhasilan Kinanti. Demikian juga bapak ibu guru dan teman-temannya ikut merasakan kegembiraan Kinanti. Selanjutnya Kinanti lebih serius berlatih untuk lomba di tingkat provinsi. Kepala sekolah telah menyiapkan seorang pembimbing profesional dari sanggar tari ternama untuk mendampingi ibu guru pembimbingnya. Perjalanan masih panjang untuk Kinanti supaya berjuang lebih keras lagi. Kinanti ingin mewujudkan mimpinya menjadi penari ternama yang dapat dibanggakan keluarganya. Dia ingin selendang hadiah ayahnya bisa mengantarkannya kepada mimpinya. Dia terus berlatih hingga kemudian dia juga meraih juara tingkat provinsi.
            Sementara itu Nesa mengolah hasil rekaman tarian Kinanti dan meng-upload-nya di Youtube. Dan sungguh luar biasa respon para netizen, banyak like dari para viewer. Beberapa diantaranya orang Eropa yang kemudian menurut Nesa akan berwisata dengan rombongan ke Bali dan Jogjakarta. Setelah itu terjalin komunikasi dengan orang Eropa itu, yang tepatnya orang Belanda. Menurut Nesa, mereka ingin mengontrak tarian Gambyong Kinanti sebagai salah satu kunjungan wisatanya. Sungguh sesuatu yang sangat luar biasa bagi Kiananti dan juga Nesa. Hanya dengan genggaman tangan tarian Gambong Kinanti dapat terakses menjangkau dunia luas. Tidak hanya itu, dari dalam negeri pun ada tawaran-tawaran pentas datang dari beberapa viewer.
            Nesa menjadi sibuk mengelola tawaran-tawaran pentas Kinanti. Dia langsung seolah-olah menjadi manajer pementasan Kinanti. Kinanti sendiri tengah sibuk mempersiapkan lomba tingkat nasional yang dilaksanakan beberapa hari lagi. Dan meskipun akhirnya Kinanti hanya masuk 6 besar di tingkat nasional, di sisi lain namanya  sudah mempunyai akses di dunia yang lebih luas. Kinanti dengan tari Gambyong dan selendang kuningnya telah mampu menggenggam dunia.

WAKTU

0 comments

Tepat Memanfaatkan Waktu | Greatmind
                                                                               
WAKTU
Puisi Karya : Rohani Wulandari. Kelas 8 B
                                                            
Detik-detik….
Menit-menit….
Tak  kan  ada  yang  bisa
menghentikannya

walau  jam  tak  berdetik…..
Namun  bumi  akan  selalu mengelilingi  bulan
Dan  matahari…..
Waktu  terus  berjalan….
                                                         
Tak kan  bisa kembali  kemasa  lalu….
Walau dikata ada mesin waktu….
Walau waktu terus berjalan…..
Inilah  waktu yang  tak  pernah  berhenti….
                             


Lama Menunggu

0 comments


LAMA MENUNGGU
Puisi Karya: Dea Erni Ewitasari. Kelas 8 B

Membenci sesuatu yang seharusnya dibenci
Menanti sesuatu yang belum pasti
Melihat betapa penantian tak akan memberi jawaban
Hanya berupa tanda tanya besar

Tak akan ada orang yang suka menunggu
Menghitung waktu yang pasti
Bahkan secarik kertas melayu
Bagai daun yang mati ditelan waktu






Mimpi Pemuda Desa

0 comments

Himpunan Kepemudaan Mimpi Anak Desa (HIMADE) Gelar Aksi Sosial ...

Mimpi Pemuda Desa
Cerpen Karya : Aris Margono

Musim panen tahun ini cukup membuat wajah para petani menyunggingkan senyum penuh kebahagiaan. Rasa panas dan letih bekerja di bawah terik matahari tidak mampu melunturkan senyum di bibir mereka. Wajah-wajah berkeringat tampak sumringah disela kesibukan membawa pulang butiran padi yang kuning penuh isi.
 Hari belum terlalu sore, udara masih terasa agak panas. Sesekali angin bertiup kencang membawa apa saja yang dapat diterbangkan.
“Gus, bangun! katanya mau membantu ayahmu membawa pulang padi dari sawah,” kata Ibu Sri sambil mengetuk pintu kamar anak bungsu kesayangan dan kebanggaannya itu.
“Ya Bu, sebentar,” jawab Agus sambil matanya masih tetap terpejam. Sepertinya seluruh anggota tubuhnya masih ingin istirahat lebih lama lagi. Maklum, baru tadi pagi sekitar pukul sepuluh ia pulang dari Jogja.
            Tidak lama berselang, tampak Agus sudah mengayuh sepeda di atas jalan beraspal yang melintasi depan rumahnya. Sesekali ia terlihat bertegur sapa dengan orang-orang kampung yang berpapasan dengannya atau kadang bertegur sapa dengan orang-orang yang sedang sibuk mengangkat jemuran gabah di sepanjang jalan yang ia lewati. Sudah menjadi pemandangan yang biasa di kampungnya, bila setiap musim panen tiba sebagian badan jalan dimanfaatkan oleh warga kampung untuk menjemur gabah. Pikiran kritisnya sebagai mahasiswa muncul, “Ini tidak benar, ini kan jalan raya, jelas mengganggu pemakai jalan, dan tentunya juga melanggar peraturan.”
            Rumah Agus malam itu kelihatan sepi. Tetangga kanan-kiri yang biasanya ikut asyik menonton acara televisi di rumahnya tak ada satu pun yang tampak. Teman-temannya yang biasanya menyempatkan diri datang ke rumah saat mereka tahu ia pulang dari Jogja, malam itu juga tidak ada yang muncul. Mungkin tubuh mereka terlalu capek setelah seharian bekerja di sawah, sehingga lebih memilih untuk istirahat di rumah.
“Bu, Agus ada problem nih…” ucap Agus seperti mahasiswa yang hendak berkonsultasi dengan dosen pembimbingnya.
“Masalah uang lagi,” jawab ibunya ketus.
“Bukankah uang semesteranmu sudah diberikan bulan kemarin,” lanjutnya.
Ibu Sri wanita paruh baya bertubuh mungil yang sebagian rambutnya sudah memutih itu memang terkenal jeli untuk urusan uang.
 “Bukan itu Bu, tapi masalah usulan saya dan teman-teman karang taruna yang sebulan lalu itu lho, sepertinya kok belum ada tindak lanjut.”
“Memang tidak mudah untuk mewujudkan hal itu, butuh waktu, biaya, tenaga, pemikiran, dan dukungan serta kerja keras dari berbagai pihak. Ya, mudah-mudahan saja dapat terwujud,” ucap pak Salam dengan santai dan bijak.
Rupanya ia yang sedari tadi terlihat asyik menonton acara televisi kesukaannya ikut juga menyimak pembicaraan anak dan istrinya itu.
            Agus yang dipercaya sebagai ketua karang taruna, sebulan yang lalu bersama teman-temannya serta didukung oleh warga masyarakat mengajukan usulan kepada pemerintah desa melalui BPD (Badan Perwakilan Desa). Usulan itu berisi tentang gagasannya agar warga kampung secara swadaya membendung sungai yang melintasi persawahan di kampungnya. Bedungan tersebut diberi pintu air yang dihubungkan ke saluran irigasi. Dengan demikian, air yang mengalir di irigasi bisa dikontrol melalui pintu air tersebut. Jika, irigasi kekurangan air, bisa dialiri dengan air sungai. Sebaliknya, jika irigasi kelebihan air, bisa dibuang ke sungai. Dengan begitu, para petani bisa panen setahun tiga kali. Tidak seperti sekarang, setahun hanya bisa panen sekali karena sawah mereka sawah tadah hujan.
            Kenyataan yang ada berkenaan dengan saluran irigasi yang melintasi kampung di mana Agus tinggal memang cukup memprihatinkan. Sejak ia masih kecil hingga sekarang sudah menjadi mahasiswa, saluran irigrasi itu sama sekali tidak membawa kemanfaatan bagi para petani di kampungnya. Sering kali justru menyengsarakan mereka. Bagaimana tidak, di saat musim penghujan tiba, tanaman mereka sudah cukup air, malah ditambah dengan air yang datang melalui saluran irigrasi tersebut. Giliran musim kemarau, ketika tanaman mereka membutuhkan air, tak ada sedikit pun air yang sampai ke kampungnya. Hal itulah yang akan Agus dan teman-temannya perjuangkan. Demi kemakmuran kampungnya.
            Malam semakin larut, udara bertambah dingin. Kedua orang tua Agus sudah beberapa saat yang lalu pergi tidur. Sinema Asia yang menampilkan aktor idolanya baru saja usai. Ia segera mematikan televisi dan bergegas menuju kamar tidurnya. Cerita seru penuh adegan laga dari aktor idolanya tidak lagi menarik untuk diingatnya. Pikirannya sudah penuh dengan bayangan-bayangan indah apabila gagasannya yang sekarang sedang diperjuangkan bersama teman-teman dan warga kampung menjadi kenyataan.
Tiga tahun telah berlalu. Agus sudah lulus dari kuliahnya dan diwisuda menjadi sarjana teknik. Namun, usulan Agus masih juga belum terealisasi. Kecintaan Agus pada kampung halaman membuat Agus tidak ingin bekerja di kota. Ia memilih tinggal di desa, turut memajukan desa dengan menjadi ketua karang taruna sampai dua periode. Pada saat pemerintah kabupaten menggelar pilkades, Agus mencalonkan diri sebagai kepala desa bersaing dengan calon-calon yang lainnya. Visi dan misi yang Agus sampaikan pada warga desa dan program kerja yang ia paparkan mampu membuat warga desa menaruh harapan pada kepimimpinan Agus. Meskipun Agus merupakan calon kades yang paling muda, namun dedikasi dan kiprahnya untuk kemajuan desa melalui organisasi karang taruna yang selama ini dipimpinnya sudah dapat dirasakan manfaatnya oleh warga desa. Agus terpilih menjadi kepala desa dengan bersih tanpa wuwuran atau money politik.
Bersamaan dengan terpilihnya Agus menjadi kepala desa, pemerintahan Persiden Jokowi menepati janji kampanyenya mengenai percepatan pembangunan ekonomi dan infrasrtuktur  dengan menggelontorkan dana desa yang dikenal dengan  jargon satu desa satu milyar. Berkat dana tersebut, mimpi dan harapan Agus agar para petani di desanya bisa panen setahun tiga kali dapat terwujud. Mimpi pemuda desa yang peduli dan cinta pada desanya kini telah menjadi kenyataan.

 
. © 2016 Design by Manisum | Sponsored by bkktkm - bkktkm - bkktkm