468x60 Ads



Sukses untuk lulusan SMPN 1 MIRIT

Beriman, Santun, Berprestasi dan Terampil

Guru-Guru SMPN 1 Mirit

Guru adalah Pamong, orang tua pengganti yang dipercaya mendidik siswa-siswinya

Staf Tata Usaha

Syukuran HUT Sekolah Ke-40

Prestasi Tiada Henti

Semangat Berprestasi

Seimbangkan jiwa dan raga

HUT Sekolah ke-40

Study Tour 2020

Study Tour ke Jatim Park


Showing posts with label ARTIKEL. Show all posts
Showing posts with label ARTIKEL. Show all posts

DILEMA ETIKA

0 comments

Tugas 3.1.a.7. 

Demonstrasi Kontekstual - Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran

MEMBUAT JURNAL MONOLOG (DISKUSI DENGAN DIRI SENDIRI)

Dalam menjalankan tugas di sekolah, sebagai guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, sebagai wali kelas, sebagai kepala perpustakaan, sebagai kordinator bidang sarpras, sebagai pembina ekstrakurikuler jurnalistik, dan sebagai pembina ekstrakurikuler PMR, serta sering kali terlibat dalam kepanitian, seperti PPDB, PTS, PAS, dan kepanitiaan lainnya, apalagi saya, juga sering diminta membimbing siswa untuk mengikuti kegiatan perlombaan, dan saya sendiri juga saya juga sering mengikuti kegiatan lomba. Rasanya membayangkan saja, saya sudah mengultimatum diri sendiri agar tetap kuat dan dan ikhlas untuk melaksanakan semua tugas dan tanggung jawab yang berat itu.

Di dalam hati, sebenar-benarnya saya ingin menyampaikan semacam permintaan kepada pimpinan dalam hal ini kepala sekolah, agar tugas saya dikurangi, terutama yang saya rasa dapat dikurangi, yaitu beban mengajar sebagai guru mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan jam mengajar 24 jam, dan tugas tambahan sebagai kepala perpustakaan dengan beban kerja setara 12 jam.

Kondisi beban kerja yang menurut saya sangat extra ini saya alami sejak saya mutasi ke SMP Negeri 1 Mirit, yaitu pada awal tahun pelajaran 2019/2020. Sebagai orang baru di sekolah ini, saya hanya menerima saja semua tugas yang diberikan kepada saya dengan perasaan yang saya ikhlas-ikhlaskan, agar hati ini bisa menerima dan menjalaninya dengan mudah.

Di awal tahun pelajaran 2021/2022 , setelah dua tahun lebih saya di SMP Negeri 1 Mirit, saya sudah mulai memahami situasinya. Pada rapat pembagian tugas, di awal tahun pelajaran 2021/2022 sebenarnya ingin sekali saya menyampaikan di forum rapat tersebut atau menyampaikan secara pribadi kepada kepala sekolah agar saya hanya diberi tugas mengajar 12 jam dan 12 jam tugas tambahan sebagai kepala perpustakaan. Alasannya, agar saya dapat bekerja dengan maskimal. Perpustakaannya dapat saya kelola dengan baik, dan tugas mengajar dapat saya lakukan dengan maksimal, serta tugas-tugas lainnya yang diberikan kepada saya juga dapat saya lakukan dengan maksimal.

Keinginan saya untuk menyampaikan keluhaan dan harapan saya itu, hanya berhenti di hati dan pikiran saya sandiri. Saya tidak mampu untuk menyampaikannya di forum rapat pembagian tugas, atau kepada kepala sekolah secara pribadi. Saya merasa tidak enak, utamanya kepada kepala sekolah yang saya rasa begitu menaruh harapan besar agar saya dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepada saya dengan baik. Saya juga merasa tidak enak pada rekan sejawat yang saya tahu sendiri bahwa sebagian dari mereka juga memiliki beban kerja dan tanggung jawab yang berat seperti saya.

Pada bulan April 2021 saya mengikuti PGP (program Guru Penggerak). Dari salah satu materi yang ada di program guru penggerak, yaitu pada modul 3.1. Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran, saya menjadi tahu bahwa kondisi yang saya alami di sekolah berkaitan dengan beban kerja saya yang menurut saya ekstra berat itu, tapi saya hanya menerimanya saja, tidak berani untuk usul atau minta untuk dikurangi, karena merasa tidak enak terutama kepada kepala sekolah dan rekan sejawat yang juga memiliki beban kerja yang berat seperti saya. Kondisi yang saya alami itu disebut dilema etika.

Untuk mengambil keputusan dalam kasus yang mengadung dilema etika seperti yang terjadi pada diri saya ini, ada langkah-langkah yang perlu dilakukan agar keputusan yang diambil merupakan keputusan yang tepat. Langkah-langkah tersebut, yaitu :

1.  Mengenali jenis pardigma etika yang terdiri atas 4, yaitu : (1) individu lawan masyarakat, (2) rasa keadilan lawan rasa kasihan, (3) kebenaran lawan kesetiaan, dan (4) jangka pendek lawan jangka Panjang.

2.  Memahamai 3 prinsip pengambilan keputusan, yaitu : (1) berpikir berbasis hasil akhir, (2) berpikir berbasis rasa peduli, dan (3) berpikir berbasis peraturan.

3.  Melakukan 9 langkah pengujian keputusan, yaitu :

1. Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini.

Ada 2 alasan mengapa langkah ini adalah langkah yang penting dalam pengujian keputusan. Alasan yang pertama, langkah ini mengharuskan kita untuk mengidentifikasi masalah yang perlu diperhatikan, alih-alih langsung mengambil keputusan tanpa menilainya dengan lebih saksama. Alasan yang kedua adalah karena langkah ini akan membuat kita menyaring masalah yang betul-betul berhubungan dengan aspek moral, bukan masalah yang berhubungan dengan sopan santun dan norma sosial. Untuk mengenali hal ini bukanlah hal yang mudah. Kalau kita terlalu berlebihan dalam menerapkan langkah ini, dapat membuat kita menjadi orang yang terlalu mendewakan aspek moral, sehingga kita akan mempermasalahkan setiap kesalahan yang paling kecil pun. Sebaliknya bila kita terlalu permisif, maka kita bisa menjadi apatis dan tidak bisa mengenali aspek-aspek permasalahan etika lagi.  

 

2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.

Bila kita telah mengenali bahwa ada masalah moral di situasi tertentu. Pertanyaannya adalah dilema siapakah ini? Hal yang seharusnya membedakan bukanlah pertanyaan apakah ini dilema saya atau bukan. Karena dalam hubungannya dengan permasalahan moral, kita semua seharusnya merasa terpanggil.

 

3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.

Pengambilan keputusan yang baik membutuhkan data yang lengkap dan detail, seperti misalnya apa yang terjadi di awal situasi tersebut, bagaimana hal itu terkuak, dan apa yang akhirnya terjadi, siapa berkata apa pada siapa, kapan mereka mengatakannya.  Data-data tersebut penting untuk kita ketahui karena dilema etika tidak menyangkut hal-hal yang bersifat teori, namun ada faktor-faktor pendorong dan penarik yang nyata di mana data yang mendetail akan bisa menggambarkan alasan seseorang melakukan sesuatu dan kepribadian seseorang akan tercermin dalam situasi tersebut. Hal yang juga penting di sini adalah analisis terhadap hal-hal apa saja yang potensial akan terjadi di waktu yang akan datang.

 

4. Pengujian benar atau salah

·       Uji Legal

Pertanyaan yang harus diajukan disini adalah apakah dilema etika itu menyangkut aspek pelanggaran hukum. Bila jawabannya adalah iya, maka pilihan yang ada bukanlah antara benar lawan benar, namun antara benar lawan salah. Pilihannya menjadi membuat keputusan yang mematuhi hukum atau tidak, bukannya keputusan yang berhubungan dengan moral.

 

·       Uji Regulasi/Standar Profesional

Bila dilema etika tidak memiliki aspek pelanggaran hukum di dalamnya, mungkin ada pelanggaran peraturan atau kode etik. Konflik yang terjadi pada seorang wartawan yang harus melindungi sumber beritanya,  seorang agen real estate yang tahu bahwa seorang calon pembeli potensial sebelumnya telah dihubungi oleh koleganya? Anda tidak bisa dihukum karena melanggar kode etik profesi Anda, tapi Anda akan kehilangan respek sehubungan dengan profesi Anda.

 

·       Uji Intuisi=Berpikir berbasis peraturan

Langkah ini mengandalkan tingkatan perasaan dan intuisi Anda dalam merasakan apakah ada yang salah dengan situasi ini. Apakah tindakan ini mengandung hal-hal yang akan membuat Anda merasa dicurigai. Uji intuisi ini akan mempertanyakan apakah tindakan ini sejalan atau berlawanan dengan nilai-nilai yang Anda yakini.  Walaupun mungkin Anda tidak bisa dengan jelas dan langsung menunjuk permasalahannya ada di mana. Langkah ini, untuk banyak orang, sangat umum dan bisa diandalkan untuk melihat dilema etika yang melibatkan dua nilai yang sama-sama benar.

 

·       Uji Halaman Depan Koran = Berpikir berbasis akhir

Apa yang Anda akan rasakan bila keputusan ini dipublikasikan pada halaman depan dari koran dan sesuatu yang Anda anggap merupakan ranah pribadi Anda tiba-tiba menjadi konsumsi masyarakat? Bila Anda merasa tidak nyaman membayangkan hal itu akan terjadi, kemungkinan besar Anda sedang menghadapi dilema etika.

 

·       Uji Panutan/Idola= Berpikir berbasis perduli

Dalam langkah ini, Anda akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh seseorang yang merupakan panutan Anda, misalnya ibu Anda. Tentunya di sini fokusnya bukanlah pada ibu Anda, namun keputusan apa yang kira-kira akan beliau ambil, karena beliau adalah orang yang menyayangi Anda dan orang yang sangat berarti bagi Anda.

 

5. Pengujian Paradigma Benar lawan Benar.

Dari keempat paradigma berikut ini, paradigma mana yang terjadi di situasi ini?

Individu lawan masyarakat (individual vs community)

Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

Apa pentingnya mengidentifikasi paradigma, ini bukan hanya mengelompokkan permasalahan namun membawa penajaman pada fokus kenyataan bahwa situasi ini betul-betul mempertentangkan antara dua nilai-nilai inti kebajikan yang sama-sama penting

 

6. Melakukan Prinsip Resolusi

Dari 3 prinsip penyelesaian dilema, mana yang akan dipakai?

·       Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)

·       Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)

·       Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

 

7. Investigasi Opsi Trilema

Mencari opsi yang ada di antara 2 opsi. Apakah ada cara untuk berkompromi dalam situasi ini. Terkadang akan muncul sebuah penyelesaian yang kreatif dan tidak terpikir sebelumnya yang bisa saja muncul di tengah-tengah kebingungan menyelesaikan masalah.

 

8. Buat Keputusan

Akhirnya kita akan sampai pada titik di mana kita harus membuat keputusan yang membutuhkan keberanian secara moral untuk melakukannya.

 

9. Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan

Ketika keputusan sudah diambil. Lihat kembali proses pengambilan keputusan dan ambil pelajarannya untuk dijadikan acuan bagi kasus-kasus selanjutnya.

Setelah saya, mengetahui teori tentang pengambilan keputusan yang mengadung dilema etika, saya akan mencoba untuk menerpakannya dalam kasus dilema etika yang saya alami sendiri.

Langkah-langkah yang akan saya lakukan dengan mengikuti petunjuk seperti yang sudah dipaparkan di atas.

Rencananya, saya akan memulai untuk menganalis kasus dilema etika yang saya alami ini diminggu ke 3 bulan September 2021. Harapannya, saya dapat menemukan keputusan terbaik setelah melalui 9 langkah pengujian pengambilan keputusan.

Untuk membantu saya dalam menyelesaikan permasalahan saya ini, saya akan minta bantuan rekan saya, guru BK yang cukup dekat dengan saya dan cukup menguasai teori dan praktik dalam pemecahan kasus atau permasalahan. Saya akan mengajaknya berdiskusi tentang permasalahan yang saya alami ini, dan meminta bantuannya untuk mendampingi saya dalam menyelesaikan masalah dilema etika yang saya hadapi ini.

 

 

 

 

COACHING

0 comments


 

2.3.A.9 KONEKSI ANTAR MATERI COACHING

Oleh : Aris Margono

Coaching merupakan sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, di mana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grnad, 1999).

Adapun menurut International Coach Federation (ICF), coaching adalah bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.

International Coach Federation (ICF) memberikan acuan mengenai empat kelompok kompetensi dasar bagi seorang coach, yaitu :

1. Keterampilan membangun dasar proses coaching

2. Keterampilan berkomunikasi

3. Keterampilan berhubungan baik

4. Keterampilan memfasilitasi pembelajaran

Guru sebagai seorang pemimpin pembelajaran hendaknya memiliki keterampilan choaching karena choaching memiliki peran yang sangat penting untuk menggali potensi murid sekaligus mengembangkannya dengan berbagai strategi yang disepakati bersama.  

Perbedaan antara coaching, konseling, dan mentoring dalam konteks pendidikan :  

1. Coaching mengarahkan coachee untuk menyelesaikan masalahnya sendiri dan memaksimalkan potensinya.

2. Konseling membantu konsell memecahkan masalahnya.

3. Mentoring membagikan pengalamannya untuk membantu mentee mengembangkan dirinya.

Dalam perannya sebagai seorang cocah, guru dituntut mampun mempraktikan komunikasi yang memberdayakan. Ada empat unsur utama yang mendasari prinsip komunikasi yang memberdayakan, yaitu :

1. Saling mempercayai

2. Menggunakan data yang benar

3. Bertujuan menuntun para pihak untuk optimalisasi potensi

4. Rencana tindak lanjut atau aksi

Untuk mendukung praktik coaching, ada empat aspek komunikasi yang perlu dipahami dan dilatih :

1. Komunikasi asretif, yaitu kemampuan untuk menyampaikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lai, namun dengan tetap menjaga dan menghargai hak-kak serta perasaan pihak lain tanpa bermaksud menyerang orang lain.

2. Pendengar aktif, yaitu sebuah sikap memperhatikan dan mendengarkan setiap perkataan atau perbincangan orang lain. Sikap mendengarkan yang terfokus dan selalu memberikan respon-respon komunikasi nonverbal dan verbal secara sederhana.

3. Bertanya efektif, yaitu bertanya untuk memberdayakan, caranya antara lain : a. jangan mengajukan pertanyaan tertutup, b. gali lebih dalam, dan c. jangan menginterupsi.

4. Umpan balik positif, yaitu memberikan tanggapan yang positif yang menandakan bahwa coach benar-benar memahami dan mau bekerja sama dengan coachee untuk mencapai tujuan coaching.

Model coaching untuk konteks pendidikan, yaitu TIRTA yang merupakan singktan dari Tujuan, Identifikasi, Rencana aksi, Tanggung jawab. Model ini dikembangkan dari model coaching yang dikenal sangat laus dan sudah diaplikasikan, yaitu GROW Model (Goal, Reality, Options, Will).

Keterkaitan Coaching dengan Materi Sebelumnya, yaitu  Pembelajaran Berdiferensiasi dan Pembelajaran Sosial Emosional.

1. Pembelajaran Berdiferensiasi

Pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid (Tomlinson, 2000). Sebelum merancang pembelajaran berdiferensiasi, terlebih dahulu kita perlu memetakan kebutuhan belajar murid berdasarkan tiga aspek, yaitu 1) kesiapan, 2) minat, dan 3) profil belajar murid. Dalam proses memetkan kebutuhan belajar murid tersebut dapat dilakukan melalui proses coaching.

2. Pembelajaran Sosial Emosional

Pembelajaran sosial emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap positif mengenai sikap sosial dan emosional. Pemebalajaran sosial emosional salah satunya bertujuan untuk membuat keputusan yang bertanggung jawab. Dalam membimbing murid membuat kepeutusan bertanggung jawab salah satunya dapat dilakukan melalui proses coaching. 

Secara lebih mendasar, apabila dikaitkan dengan tujuan pendidikan menurut KHD, yaitu pendidikan yang memerdekakan. Merdeka yang berarti setiap orang bisa memilih jadi apa saja, namun tetap menghargai kemerdekaan orang lain. Maka dalam pelaksanannya, coaching pun menggunakan prinsip tersebut. Di sini, peran guru sebagai coach adalah membantu murid untuk tumbuh berkembang melejitkan potensi yang dimilikinya sehingga dapat mencapai kebahagiaan sebagai pribadi dan sebagai warga masyarakat.

 






Aksi Nyata 1.4 Budaya Positif Di Sekolah

0 comments

MEMBANGUN BUDAYA LITERASI DI SEKOLAH MELALUI GSMB 

(Gerakan Sekolah Menulis Buku)

Gerakan sekolah menulis buku adalah sebuah gerakan yang bertujuan membudayakan kegiatan literasi di sekolah. Kegiatan literasi tidak hanya membaca, tetapi juga menulis.  Langkah-langkah yang saya lakukan untuk membentuk GSMB, yaitu sebagai berikut:

1. Merencanakan Program

2. Mensosialisasikan Program

3. Menyusun Kepengurusan

4. Menyusun Jadwal Kegiatan

4. Melaksanakan Kegiatan

5. Mengevaluasi Kegaiatan

Berikut penjelasan dari langkah-langkah pembentukan GSMB

1. Merencanakan Program

GSMB merupakan gagasan yang muncul dari pemikiran saya yang dilatarbelakangi oleh rendahnya budaya menulis di sekolah. Padahal, budaya menulis ini menjadi salah satu point penting dalam kemajuan sebuah sekolah. Gagasan, pemikiran, ide, dan kreativitas akan terdokumentasi, tersosialisasi, dan dapat memberikan banyak manfaat apabila dituangkan dalam tulisan yang dikemas menjadi sebuah buku.

2. Mensosilaisasikan Program

Sosialisasi GSMB saya lakukan pada forum rapat di sekolah, setelah sebelumnya program ini saya konsultasikan pada kepala sekolah dan mendapat persetujuan. Sasaran sosialisasi program ini adalah guru, karyawan, dan para siswa.  

Setelah sosialisasi dilaksanakan, saya lanjutkan dengan merekrut anggota GSMB. Dalam melaksanakan rekrutment, saya lakukan secara persoanal, mengingat kegiatan menulis dianggap hal yang sulit sehingga perlu saya jelaskan manfaat yang akan mereka peroleh dengan mengikuti GSMB agar mereka menjadi tertarik dan bersedia mengikuti kegiatan ini.

Berikut adalah foto dolumentasi saat saya melaksanakan rekrutmen anggota GSMB





3. Menyusun Kepengurusan

Beberapa hari melalakukan perekrutan anggota, saya memperolah 68 orang yang bersedia untuk bergabung untuk mengikuti GSMB. 68 orang tersebut terdiri atas 13 guru, 5 staf tata usaha, dan 50 siswa. Setelah memeperoleh anggota yang saya anggap cukup untuk mengawali berjalannya GSMB, saya bentuk kepengurusan, yang terdiri atas ketua, sekretaris, bendahara, koordinator penulisan, dan anggota. Hasilnya, saya dipercaya menjadi koordinator penulisan.

4. Meyusun Jadwal Kegiatan

Pada tahap awal GSMB, bekerja sama dengan GSM-Indonesia sehingga kami harus menandatangai MoU kerja sama tersebut. Berikut MoU kerja sama antara sekolah dengan GSM-Indonesia.











 

Tahapan berikutnya, setelah pendandatangan MoU. Kami akan mengikuti serangkaian kegiatan pelatihan menulis yang sudah terjadwal, baik secara langsung atau online, seperti informasi dari pihak GSM-Indonesia berikut ini.


5. Melaksanakan Program

Pada tahap melaksanakan program, sesuai dengan jadwal kegiatan yang telah ditetapkan, yang pertama dilakukan, yaitu semua peserta mengikuti kegiatan workshop kepenulisan. Workshop dilaksankan secara daring. Sebagai bukti telah mengikuti workshop kepenulisan. Peserta akan mendapat sertifikat workshop. Berikut ini sertifikat yang sudah diperoleh siswa setelah mengikuti workshop.

A. Sertifikat Guru/Karyawan





















B. Sertifikat Siswa

 










 




















































6. Mengevaluasi Pelaksanaan Program

Program ini masih tahap awal berjalan, evaluasi akan kami lakukan secara bertahap saat program ini sudah berjalan. Harapan besar dari program ini, yaitu terbentuknya budaya literasi di sekolah kami. Ke depan, sekolah kami dapat menjadi sekolah literasi bukan karena sertivikat yang kami peroleh dari kerja sama dengan GSM-Indonesia, tetapi budaya menulis sudah menjadi bagian dari keseharian di sekolah kami yang menjadi indikator sekolah literasi.

 
. © 2016 Design by Manisum | Sponsored by bkktkm - bkktkm - bkktkm